Wednesday, August 22, 2012

AURA KASIH DI DOULIU



Pagi yang begitu cerah, warna memerah semburat ke seluruh penjuru angkasa, seakan matahari tak sabar untuk segera menyapa sejuknya embun pagi. Suasana yang benar-benar berbeda dari hari-hari biasanya. Yah, memang hari itu adalah Idul Fitri. Hari yang dinanti-nantikan oleh umat muslim  diseluruh dunia. 1 Syawal 1433 H bertepatan dengan hari Ahad/Minggu tanggal 19 Agustus 2012.
Meskipun suasananya berbeda dengan kampung halaman ibu pertiwi Indonesia, namun aura kebahagiaan begitu terasa, aura kemenangan, aura kasih yang begitu menggetarkan sanubari, aura yang mampu menundukkan segala kebencian, dendam dan keangkuhan hati. Gema takbir, tahlil dan tahmid benar-benar merasuk dan menghujam keseluruh tubuh serta mampu melelehkan kebekuan persahabatan, merontokkan belenggu ukhuwah, mencerai beraikan prasangka, lalu memintalnya kembali menjadi lembaran persaudaraan dan helaian kasih sayang. Allahu Akbar, Laa Ilaaha Illallah, Walillahil hamd.
Jam menunjukkan pukul 06.30 waktu  Douliu-Taiwan, jamaah Al-bashor Arridho yang di komandoi ibu Aniayah telah selesai mempersiapkan perlengkapan sholat yang digelar di pelataran parkir mobil didepan toko Indo SWENIANG milik ibu….. Tidak kurang dari 150 orang berduyun duyun berdatangan menuju lokasi sholat ID. Lantunan takbir, tahlil dan tahmid yang dipandu oleh ustadz Nuruddin dan bapak Edy Sasmita begitu merdu menambah syahdu dan kekhusukan hati yang hendak menghadap Ilahi Robbi.
Tepat pukul 07.30 Sholat ID dimulai, ustadz Nuruddin yang mendapat amanah sebagai imam segera mengambil posisi dan mengatur barisan (shof) sholat. Beliau juga menegaskan jika shof renggang dan terputus, maka akan diisi oleh syetan yang berupaya untuk memutuskan tali persaudaraan. Setelah sholat selesai, dilanjutkan dengan khutbah Idul Fitri. Kali ini yang mendapat amanah menjadi khotib adalah ustadz Sigit Tri Wicaksono, rois/ketua suriyah PCI NU Taiwan yang juga seorang mahasiswa program doktor di sebuah universitas negeri di Taiwan. Dalam khutbah tersebut, ustadz Sigit menyampaikan bahwa salah satu tolak ukur keberhasilan ibadah selama bulan Romadhon adalah “maghfiroh” Allah SWT, sehingga seseorang akan mendapatkan gelar “muttaqin” dan ketika masuk Idul Fitri ia seperti seorang bayi yang baru lahir yang tidak memiliki dosa. Maka dengan bekal ketakwaan itulah  orang akan dapat meraih kesuksesan hidup dunia dan akhirat dengan mudah sesuai dengan yang dijanjikan oleh ALLAH SWT. Beliau juga menekankan pentingnya menjaga keistiqomahan amal seusai bulan Romadhon, sebab jangan sampai setelah bulan Romadhon pergi, amal-amal sholeh yang telah dilakukan juga ikut pergi. Hal ini di sindir dalam Alqur’an, bahwa orang yang meninggalkan kebiasaan melakukan amal-amal sholih seperti seorang perempuan pemintal yang mencerai-beraikan kembali sehelai kain yang telah dipintal dengan kuat menjadi buraian benang-benang yang berserakan.
Setelah rangkaian sholat ID dan khutbah selesai, acara dilanjutkan dengan pembacaan sya’ir yang dibawakan oleh ibu Aniayah. Beliau membacakan syair dengan begitu syahdu, bertemakan tentang pentingnya saling memaafkan dan mengingat kebaikan orang tua. Beliau juga mengingatkan agar meski berjauhan dengan keluarga, kerinduan, rasa kasih sayang harus tetap dijaga dengan tetap saling mendo’akan dan tetap dijalan yang benar. Begitu menyejukkan dan menyentuh hati syair itu sehingga tanpa terasa, air matapun meleleh membasahi pipi. Ibu…..Ayah….itulah kata yang senantiasa mengingatkan pada sosok yang begitu mulia yang telah mendidik dan membesarkan kita. Begitu pembacaan syair usai, ustadz Nuruddin menyambungnya dengan do’a bersama. Dan acara diakhiri dengan saling berjabat tangan dan saling memaafkan. Para jamaah putra bergiliran berjabat tangan membentuk lingkaran, demikian pula jamaah putri yang juga membuat lingkaran tersendiri. Pukul 08.30 semua rangkaian acara telah selesai dilaksanakan, dan sebagai kenang-kenangan semua jamaah berkumpul dan mengadakan foto bersama. Alhamdulillah……
Hmmm…begitulah seharusnya ummat Islam, rukun….saling berkasih sayang, baik kepada sesama muslim maupun dengan orang lain, tentram dan menentramkan, selamat dan menyelamatkan, tidak seperti yang dihembuskan oleh kaum yahudi, orientalis dan zionis bahwa seolah-olah islam itu keras, teroris, na’udzubillah. Islam harus memiliki dan menampilkan karakter spesial sebagaimana generasi salafus sholih terdahulu, yakni menjadi RAHMATAN LIL ALAMIIN. ~Abu Dzilal~
Ucapan terimakasih kepada:
1.       Ibu…..
2.       Jamaah Albashor
3.       Teman-teman muslimin dan muslimah yang ada disekitar Douliu.

No comments:

Post a Comment