Monday, October 31, 2011

Hadits Shahih Fadilah Surat Yasin

Sumber: Al-Masail karya Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat dan Ar-Rasail karya Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas.

Kedua buku tersebut memuat satu judul yang sama yaitu membahas tentang hadits-hadits seputar keutamaan surah YASIN. Mereka mengumpulkan semua hadits terkait lalu menjelaskan kelemahan sanadnya satu persatu. Yang paling lengkap dalam menulis adalah Ustadz Yazid, karena dia memuat 16 buah hadits terkait sedang Ustadz Abdul Hakim hanya memuat 7 hadits yang kesemuanya juga dimuat oleh Ustadz Yazid.
Di akhir pembahasan mereka berkesimpulan bahwa tak ada hadits shahih yang menjelaskan secara spesifik mengenai keutamaan surah YASIN
Setelah mengamati dengan seksama dan mencari dari berbagai sumber lain, ternyata ada satu hadits yang sepertinya luput dari pembahasan kedua ustadz ini. Hadits itu adalah hadits dari Jundab bin Abdullah ra, Rasulullah SAW bersabda,
مَنْ قَرَأَ يس فِيْ لَيْلَةٍ ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ غُفِرَ لَهُ
”Barangsiapa membaca YASIN pada suatu malam hanya dengan mengharap Wajah Allah, maka dia akan diampuni.”
Hadits ini terdapat dalam Shahih Ibnu Hibban, nomor hadits 2626 (berdasarkan penomoran maktabah syamilah edisi kedua) pada bab: Al-Hadatsu fish shalaah.
Sedangkan dalam kitab Mawarid Azh-Zham`an yang disusun oleh Al-Haitsami hadits ini ditempatkan pada kitab: Al-Mawaaqiit, bab: Al-Qiraa`atu fii Shalaatil Lail.
Sedangkan dalam kitab Al-Ihsan yang merupakan penyusunan ulang Shahih Ibnu Hibban terdapat pada Kitab: Ash-Shalaah, bab: Qiyaamul lail.
Sanad hadits ini adalah: Ibnu Hibban berkata, Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim mawla (mantan budak) Tsaqif menceritakan kepada kami, (katanya), Al-Walid bin Syuja’ bin Al-Walid As-Sukuni menceritakan kepada kami, (katanya), ayahku menceritakan kepada kami, (katanya), Ziyad bin Khaitsumah menceritakan kepada kami, (katanya), Muhammad bin Juhadah menceritakan kepada kami, dari Jundab ra, Rasulullah SAW bersabda…..
Apakah semua perawi yang disebutkan diatas tsiqah dan sanadnya bersambung? Berikut penjelasannya satu persatu:
Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim mawla Tsaqif dikenal dengan gelar As-Siraj seorang hafizh yang tsiqah. Biografinya dijelaskan panjang lebar penuh pujian oleh Adz-Dzhabi dalam Siyar Al-‘Alam An-Nubala` juz 14 hal. 388, (program maktabah syamilah edisi 2), dan dalam kitab Tadzkiratul Huffazh juz 2 hal. 371 (program maktabah syamilah).
Al-Walid bin syuja’ merupakan perawi tsiqah yang dipakai oleh Muslim dalam shahihnya. Ibnu Hajar dalam kitab At-Taqrib mengomentarinya, “Tsiqah, termasuk periode kesepuluh, wafat tahun 143 menurut pendapat yang benar.”
ayahnya, yaitu Syuja’ dengan kunyah Abu Badr As-Sukuni, dikomentari oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar, “Shaduq, wara’ termasuk periode kesembilan, dia punya beberapa keraguan….”. Sedangkan Adz-Dzahabi mengomentarinya, “Seorang imam, ahli hadits dan jujur….” (Siyar Al-A’lam An-Nubala`, juz 9 hal. 353).
Ziyad bin Khaitsumah Al-Ju’fi Al-Kufi, Al-Hafiz dalam At-Taqrib mengomentarinya, “tsiqah, termasuk periode ketujuh.” Kita pastikan dia adalah Al-Ju’fi Al-Kufi karena dalam kitab Al-Jarh wa At-Ta’dil karya Ibnu Abi Hatim dikatakan bahwa salah satu yang meriwayatkan darinya adalah Syuja’ bin Al-Walid, dan itu cocok dengan sanad di atas.
Muhammad bin Juhadah, disebutkan oleh Adz-Dzahabi dalam As-Siyar (juz 6 hal. 174) sebagai salah satu imam yang tsiqah dan memang meriwayatkan dari Al-Hasan Al-Bashri. Ibnu Hibban mengatakan, “Dia meriwayatkan dari Al-Hasan dan Qatadah.” (Ats-Tsiqaat, juz 7 hal. 404).
Al-Hasan Al-Bashri, cukup terkenal dan tidak ada masalah dengan kredibilitasnya, tinggal lagi memastikan apakah dia mendengar langsung hadits ini dari Jundab, sebab disini dia melakukan ‘an’anah.
Jundab bin Abdullah bin Sufyan Al-Bajali, sahabat Nabi SAW, tak perlu dibahas.
Syekh Al-Albani menganggap lemah hadits ini dalam As-Silsilah Adh-Dha’ifah, nomor hadits 6623. Dia menyebutkan empat hadits dengan redaksi di atas, yaitu dari Abu Hurairah, dari Jundab (yang kita bahas ini), dari Ibnu Mas’ud dan dari Ma’qil bin Yasar. Di sana dia menjelaskan kelemahannya satu persatu dan semua dapat diterima kecuali hadits Jundab ini.
Al-Albani mengemukakan dua alasan kelemahan hadits Jundab bin Abdullah ini yaitu tadlis Al-Hasan Al-Bashri dan ikhtilaf terhadap Muhammad bin Juhadah. Tapi dia tidak menjelaskan ikhtilaf apa yang dimaksud, sehingga alasannya belum bisa diterima.
Jawaban untuk tadlis yang dilakukan Al-Hasan dalam riwayat ini:
Dalam beberapa literatur yang saya baca dapat disimpulkan bahwa Al-Hasan Al-Bashri memang mendengar hadits dari Jundab. Al-Hafizh dalam kitab Tahdzib At-Tahdzib mengatakan begini, ”Dia meriwayatkan dari Ubay bin Ka’b, Sa’d bin Ubadah, Umar bin Al-Khathtab padahal dia tidak pernah bertemu dengan mereka. Dia juga meriwayatkan dari Tsauban, ’Ammar bin Yasir, Abu Hurairah, Utsman bin Abu Al-Ash, Ma’qil bin Sinan padahal dia tidak mendengar langsung dari mereka. Dan (dia juga meriwayatkan) dari Utsman, Ali, Abu Musa, Abu Bakrah, Imran bin Hushain, JUNDAB AL-BAJALI, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Ibnu Amr bin Al-Ash, Mu’awiyah, Ma’qil bin Yasar, Anas, Jabir dan banyak sahabat Nabi SAW yang lain serta para tabi’in.”
Dari sini kita bisa paham bahwa mulai dari nama Utsman sampai kepada Jabir maka pendengaran Al-Hasan akan hadits mereka tak perlu diragukan. Wallahu a’lam.
Bukti paling konkrit bahwa Al-Hasan Al-Bashri memang mendengar langsung dari Jundab adalah sebagaimana riwayat Al-Bukhari dalam Shahihnya hadits nomor 3463, kitab Ahadits Al-Anbiya`, bab: Maa Dzukira ’an Bani Israail. Hadits yang sama juga terdapat dalam Shahih Muslim, no. 113. Hadits ini menceritakan seorang yang mati bunuh diri dan Allah mengharamkan surga untuknya.
Al-Hasan Al-Bashri memang dikenal sebagai mudallis. Namun, dia masuk dalma kategori mudallis yang tidak parah. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab Thabaqatul Mudallisin (atau nama lainnya Ta’rif Ahli At-Taqdis bi Maratib Al-Maushufin bi At-tadlis) memasukkannya dalam peringkat kedua dari golongan para mudallis (Lihat kitab tersebut pada biografi nomor 40). Artinya, bila memang benar dia pernah mendengar dari syekhnya maka tadlisnya bisa diterima, apalagi ‘an’anah-nya masuk dalam syarat Al-Bukhari dan Muslim.
Jadi, hadits diatas tsiqah para rawinya dan bersambung sanadnya. Hanya ada sedikit permasalahan terhadap hafalan Syuja’ bin Al-Walid, sehingga dengan demikian hadits di atas menjadi hasan lidzaatih. Tapi bila ditambahkan dengan beberapa syahid (penguat) dari jalur lain yang sanadnya dah’if, maka hadits ini menjadi shahih lighairih. Wallahu a’lam
Berdasarkan sumber dari www.rajawana.com Tulisan oleh :Anshari Taslim

Sunday, October 30, 2011

Rindu dan Cinta Rasulullah saw


Rindu muncul karena ada Cinta. Sepertihalnya karena rasa cinta kita pada anak-anak kita, suami/istri kita atau bahkan orang tua kita menyebabkan kita rindu pada mereka bila cukup lama tak berjumpa. Sehingga, Rindu itu sendiri sesungguhnya adalah bentuk rasa cinta yang begitu dalam karena kita telah lama tidak bertemu dengan orang yang kita cintai. Karenanya, berbahagialah kita ketika kita dihinggapi rasa rindu, karena disitu ada cinta.
Demikian halnya, Cinta itu muncul karena kita mengenal dengan baik siapa yang kita cintai. Kita telah berinteraksi cukup lama dengan orang yang kita kita kenal itu, anak-anak kita, suami/istri kita atau bahkan orang tua kita. Maka, Tidaklah mungkin seseorang merasa rindu jika tidak ada rasa cinta, dan bagaimana mungkin rasa cinta itu tumbuh bila tidak mengenal betul orang yang kita cintai itu serta tidak terjadi interaksi yang sering.
Itulah cinta, secara fitriyah pada hakikatnya cinta itu bukan sekedar omongan dibibir, dan rasa dalam hati saja tetapi lebih dari itu, cinta itu merupakan representasi dari keimanan, yang disaksikan dalam hati, dinyatakan dalam lisan dan diimplementasikan dalam perbuatan. Sehingga, cinta memiliki konsekwensi-konsekwensi yang harus dipenuhi, al:
1.     Senantiasa mengingat dan menyebut namanya
2.     Memenuhi hak-hak orang yang dicintai
3.     Mematuhi apa yang diperintah/dilarangnya
4.     Menghormati dan Loyal terhadap orang-orang yang hormat dan loyal kepadanya
5.     Selalu merindukan orang yang dicintainya.
Maka, tidak disebut cinta bila seseorang tidak pernah menyebut namanya dan tidak memenuhi hak-hak orang yang dicintai, tidak disebut cinta bila tidak taat pada perintah/larangan orang yang dicintai, tidak disebut cinta bila tidak menghormati dan loyal pada orang yang hormat dan loyal pada orang yang kita cintai. Demikian pula tidak disebut cinta bila kita tidak rindu pada orang yang kita cintai.

Nah, dalam konteks cinta sejati, Allah STW berfirman:
Katakanlah: "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara , isteri-isteri,kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) jalan berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. QS: At-Taubah: 24

Mencintai Rasulullah Saw dengan sebenar-benarnya cinta, adalah bagian dari hierarki/tingkatan cinta sejati kita dan ini merupakan pondasi aqidah seorang muslim/muslimah. Kita bisa mencontoh bentuk-bentuk cintah yang benar dan membuahkan hasil di dunia maupun di akhirat dari generasi As- Salafus Shalih.
Kita bisa menelusuri jejak mereka dalam bercinta dengan kekasih mulia Rasulullah Saw, bagaimana mereka menagorbankan jiwa, harta, anak, oranga tua dan asegala apa yang dimilikinya.
Banyak orang yang mengaku rindu dan cinta pada Rasulullah SAW, tetapi mereka tidak tahu hakekatnya, tidak menyadari konsekuensi dari cinta tersebut. Padahal semua itu telah dicontokan oleh generasi terbaik, seharusnya manusia yang ingin mendapatkan kebahagian di dunia dan di akhirat harus mencontoh mereka.
Para sahabat dalam memahami cinta kepada Rasulullah Saw, membuktikan dengan segala pengorbanan, pembelaan dan konsekuensinya. Mereka tidak segan-segan mengorbankan harta yang paling mahal yang mereka miliki untuk membela Rasululah Saw. Dan cinta mereka kepada beliau melebihi cintanya kepada siapapun, sebagai realisasi dari hadits rawayat Imam Muslim dari Anas bahwa Rasulullah Saw bersabda : " Tidaklah seorang hamba beriman sehingga aku lebih dicintai olehnya daripada keluarganya, hartanya dan seluruh manusia."
Mereka rela kehilangan harta kekayaan, jiwa, anak-anak, orang tua dan seluruh manusia, bahkan lebih baik kehilangan segala macam kenikmatan dari pada kehilangan Rasulullah Saw. Bagaimana sikap kaum Anshor pada perang Hunain, seperti diriwayatkan oleh Abu Saidia berkata: " Maka kaum Anshor menangis hingga air mata mereka membasahi jenggotnya dan
mereka mengatakan: kami rela menerima Rasulullah Saw menjadi bagian dan pemberian untuk kami." Begitu juga Abu Thalha yang telah menjadikan nyawa sebagai taruhan untuk sang kekasihnya sehingga ia menyatakan kepada Rasulullah Saw pada waktu perang Uhud: "Wahai Rasulullah Saw janganlah engkau memperlihatkan diri agar tak terkena anak panah pasukan
musuh, cukuplah leherku yang menjadi tameng musuh asalkan leher engkau selamat." Hal serupa juga dilakukan oleh Abu Dujanah sebagaiman yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Ishaq berkata:" Abu Dujanah pernah menjadikan dirinya sebagai perisai Rasulullah Saw dari panah musuh dengan merangkul Nabi sehingga panah musuh menancap dipunggungnya dan menghujam seluruh tubuhnya sementara ia tidak bergerak sama sekali."
Kesenangan dan kegembiraan para sahabat untuk selalu berteman dan bersama Nabi dalam keadaan suka maupun duka terkadang diungkapkan dengan tetesan air mata, sebagaimana yang terjadi pada diri Abu Bakar ra, tatkala diminta untuk menemani beliau dalam hijrah.Abu Bakar ra, bukannya tidak tahu atau lupa bahaya dan resiko yang akan dihadapi dalam
perjalanan hijrah, tetapi karena besarnya tekan dan keinginannya untuk menemani Nabi yang mulia maka ia justru menangis karena bahagia dan gembira bisa menjadi pendamping Rasulullah Saw dalam hijrah tersebut. Imam Al- Hafidz Ibnu Hajar berkata:" Ibnu Ishaq menambahkan dalam riwayatnya bahwa Aisyah berkata:" Saya melihat Abu Bakar menangis dan saya tidak menyangka ada seorang yang menangis karena kegirangan."
Tidak hanya pengorbanan cinta sebatas itu untuk melindungi keselamatan diri Rasululah Saw, tetapi pengorbanan jiwa dan raga para sahabat juga teruji dalam membela sunnah dan menegakan ajaran beliau sehingga tidak aneh jika empat ratus sahabat berjanji untuk mati bersama pada perang Yarmuk.
Prinsip para sahabat dalam membela agama sang kekasih mereka, terungkap dari pernyataan Ubadah bin shamit tatkala diutus kepada Muqauqis:" Tidaklah ada seorangpun diantara kita yang setiap pagi dan sore melainkan selalu berdoa memohon mati syahid dan hendaklah tidak kembali
ke tanah airnya, bumi pertiwinya, keluarganya, atau anak-anaknya. Tidak seorangpun diantara mereka yang memikirkan nasib keluarganya kecuali karena mereka telah memasrahkan keluarga dan anak-anak mereka kepada Allah Swt dan mereka hanya memikirkan apa yang ada didepannya."
Kewajiban mencintai Rasulullah Saw haruslah melebihi cinta kepada pertama: Diri sendiri, ini di riwayatkan oleh Imam Al- Bukhari dari Abdulah bin Hisyam bahwa ia berkata:" Kami pernah bersama Nabi Saw sementara beliau menggandeng tangan Umar bin Khaththab r.a, lalu Umar
berkata kepada beliau: Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali diriku sendiri." Maka Nabi Saw bersabda: "Tidak, demi Dzat yang jiwaku ada di tanganNya! Hingga aku lebih engkau cintai daripada mencintai dirimu sendiri." Maka Umar
berkata kepadanya:" Sesungguhnya sekarang engkau lebih aku cintai dari pada diriku sendiri." Nabi Saw bersabda:" Sekarang wahai Umar."
Kedua: Orang tua dan anak, Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda:" Demi Dzat yang jiwaku ada ditanganNya, tidaklah diantara kalian beriman sehingga aku lebih dicintai daripada orang tua dan anaknya."
Ketiga: Keluarga, harta dan seluruh manusia. Imam Muslim meriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah Saw bersabda:"Tidak beriman seorang hamba sehingga aku lebih ia cintai daripada keluarga, hartanya, dan seluruh manusia." Sesungguhnya Rasulullah Saw tidak membutuhkan cinta kita, dan keberadaaan cinta kepada beliau, kita tidak menambah ketinggian dan kemuliaan beliau serta hilangnya cinta kita tidak pula mengurangi kedudukan dan kehormatan beliau, bagaimana tidak, bukankah beliau kekasih Allah Swt semesta alam.Tidak hanya itu, bahkan siapa yang mengikuti Nabi Saw, Allah Swt akan mencintai dan mengampuni dosa-dosanya
sebagaiman firmanNya:" Katakanlah 'Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu'.Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Al-Imran:31).Oleh sebab itulah mencintai Nabi Saw akan mendatangkan
manisnya iman. Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim telah meriwayatkan dari Anas ra, bahwa Nabi talah bersabda:"Tiga perkara, barang siapa yang tiga hal tersebut berada dalam dirinya maka ia akan mendapatkan manisnya iman; hendaknya Allah dan RasulNya lebih ia cintai daripada selainnya, hendaklah ia mencinatai seseorang dan tidak mencintainya kecuali hanya
karena Allah, dan hendaklah ia benci kembali kepada kekafiran seperti kebenciannya bila dilemparkan kedalam api."
Arti manisnya iman sebagaiman yang telah disebutkan oleh para ulama adalah merasakan lezatnya segala ketaatan dan siap menunaikan beban agama serta mengutamakan itu daripada seluruh materi dunia. Selain akan merasakan manisnya iman, orang yang mencinatai Rasulullah Saw akan bersama beliau di akhirat. Imam Muslim dari Anas bin Malik ra, bahwa ia berkata:"Pernah seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Saw lalu bertanya:'Wahai Rasulullah kapan hari kiamat datang?
Beliau berasabda:' Apa yang kamu persiapkan untuknya?' Ia menjawab:'Cinta kepada Allah dan
cinta kepada RasulNya.' Beliau bersabda:'Kamu akan bersama orang yang kamu cintai." Allahu Akbar ! betapa agungnya balasan orang-orang yang mencintai Rasulullah Saw dan mengagungkan beliau.
Tanda-tanda mencintai Rasulullah Saw telah dibicarakan oeh para ulama, suatu contoh Ibnu Hajar berkata:"Termasuk tanda cinta kepada Nabi Saw di atas adlah bahwa seandainya disuruh memilih antara kehilangan dunia atau bertemu dengan Rasululah Saw kalau itu memungkinkan maka ia memilih kehilangan dunia dari pada kehilangan kesempatan untuk melihat beliau,
ia merasa lebih berat kehilangan Rasul Saw dari pada kehilangan kenikmatan dunia, maka orang yang seperti itu telah mendapat sifat kecintaan di atas dan siapa yang tidak bisa demikian maka tidak berhak mendapat bagian dari buah cinta itu. Yang demikian itu tidak hanya terbatas pada persoalan cinta belaka bahkan membela sunnah dan menegakan syariat serta melawan para penentang-penentangnya termasuk amar ma'ruf nahi munkar." Tanda cinta pertama adalah, Rindu Rasulullah Saw di atas segalanya. Sudah menjadi hal yang wajar bagi setiap orang, untuk selalu berhasrat dan berharap serta ingin bertemu dan berkumpul bersama orang-orang yang dicintainya, barang siapa yang mencintai kekasih yang mulia Rasulullah Saw maka sangatlah rindu dan berharap bisa bertemu serta menemani beliau baik di dunia maupun di akhirat. Dia menunggu kebahagian dengan perasaan rindu dan cemas, jika disuruh memilih di antara Rasulullah Saw atau kenikmatan dunia, maka ia lebih memilih bertemu Rasulullah Saw, ia sangat bergembira untuk melihat wajah beliau yang bercahaya dan sangat senang serta bahagia bila bisa diberi kesempatan untuk bertemu dengan beliau dan sangat takut bercampur cemas
bila terhalang tidak bisa melihat dan bertemu beliau bahkan mengguyur deras air mata duka tatkala berpisah dengan beliau.

Cintanya kaum Anshor terhadap Rasulullah Saw telah ditunjukan oleh mereka dengan cara menyabut kedatangan beliau ke kota Madinah yang digambarkan dalam hadits Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Urwah bin Az-Zubair ra, sebagai berikut:"Orang-orang Islam di Madinah mendengar kepergian Rasulullah Saw dari kota Makkah, maka mereka hampir setiap pagi pergi keluar kota di padang pasir untuk menunggu kedatangan Nabi Saw dan tidak pulang ke rumah hingga terik matahari di siang hari mengusir mereka. Pada suatu hari karena lama menunggu, mereka kembali kerumah, setelah mereka sampai di rumah masing-masing, ada seorang yahudi yang mendaki ke tempat yang tinggi di salah satu benteng untuk melihat sesuatu, tiba-tiba ia melihat Rasulullah Saw bersama para sahabatnya mengenakan pakaian putih dari kejahuan menerobos fatamorgana. Sehingga tanpa disadari ia berteriak dengan suara yang tinggi:' Wahai
oranga-orang Arab inilah pemuka kalian yang kalian tunggu-tunggu'. Maka dengan serempak mereka berhamburan, membawa pedang untuk menyambut kehadiran Rasulullah Saw di tengah-tengah padang pasir."

Subhanallah! Betapa dalam rasa rindu mereka ingin menyambut kehadiran Rasulullah Saw hingga mereka mondar-mandir setiap pagi ke padang pasir menunggu kehadiran beliau dan tidak pulang ke rumah hingga terik matahari di tengah siang yang mengusir mereka agar pulang ke rumah masing-masing.

Tanda cinta kedua; Mengorbankan harta dan jiwa demi Rasulullah Saw. Orang yang sedang bercinta, semangat membara, senang hati akan tidak segan-segan mengorbankan segala sesuatu baik berupa jiwa, kesenangan diri dan sesuatu yang paling berharga untuk sang kekasih. Begitu pula pecinta-pecinta Rasulullah Saw yang mulia dari kalangan sahabat, tinta sejarah telah menorehkan catatan emas tentang betapa tinggi pengorbanan dan pembelaan serta kesetiaan mereka terhadap beliau, sehingga orang-orang yang mencintai Rasulullah Saw setelah merasakan dalam dada mereka kerugian yang tidak terhingga karena tidak mampu menggapai
kebahagian yang teragung dan harapan yang amat mahal. Imam Ahmad meriwayatkan kepada kita dari Barra' bin Azib berkata, Abu Bakar berkata"Pada waktu kami pergi hijrah, orang-orang sedang mengejar kita dan tidak ada yang dapat mengajar kami kecuali Surakah bin Malik bin
Ju'tsum dengan mengendarai kuda. Saya berkata kepada Beliau Saw:'Wahai Rasululah Saw pencarian telah mampu mendapatkan kita?'Maka Beliau bersabda 'Jangan kamu kawatir sesungguhnya Allah pasti bersama kita.' Hingga dia telah mendekati kita dan jarak kami dengan dia kira-kira satu atau dua atau tiga tombak, Abu Bakar berkata: 'Wahai Rasulullah Saw, Orang yang melakukan pencarian telah berhasil mengejar kita? Maka saya menangis?'. Beliau bertanya:'Kenapa kamu menangis?' Saya menjawab: 'Demi Allah, saya menangis bukan karena takut terhadap keselamatan diriku akan tetapi saya takut terhadap keselamatan diri engkau'. Barra' berkata:'Maka Rasulullah Saw mendoakan keburukan atas Surakah denagan berdoa:"Ya Allah, cukupkanlah dia dari kami dengan sesuatu yang Engkau kehendaki." Maka tiba-tiba kaki kuda Surakah terperosok ke dalam tanah yang keras hingga perut kuda menyentuh tanah."

Tanda cinta ketiga; Tunduk terhadap perintah dan menjahui larangannya.Tidak dapat dipungkiri bahwa orang akan selalu taat kepada orang yang dicintainya, dia berusaha melakukan apa saja yang diinginkan oleh sekasihnya dan menghindari segala apa saja yang dibenci olehnya. Ia
merasakan kenikmatan dan kelezatan yang tidak terhingga. Begitu juga orang yang mencintai Rasulullah Saw yang mulia, selalu berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mengikuti jejak beliau, bersegerah mewujudkan perintah dan bersegerah menjahui larangan beliau. Betapa banyak kita dapatkan sikap-sikap indah yang tercermin dari perilaku sahabat yang mulia dan jujur dalam mencintai Rasulullah Saw. Orang-orang pecinta Rasulullah Saw bukan hanya sanggup meninggalkan suatu yang disenangi saja bahkan mereka sanggup meninggalkan kebiasaannya bertahun-tahun bahkan kebiasan yang mereka warisi secara turun-temurun, namun mereka
tidak menjadikan kebiasan itu sebagai hujjah untuk menentang perintah Rasulullah Saw seperti sikap kebanyakan kaum muslimin zaman sekarang ini. Allah Swt berfirman dalam surat An-Nur:51: "Sesungguhnya jawaban orang-orang mu'min bila mereka dipanggil kepad Allah dan RasulNya agar rasul menghukum (mengadili) diantara mereka ialah ucapan:'Kami dengar,
dan kami patuhi'. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung,"

Tanda cinta keempat;membela sunnah dan memperjuangkan syariat. Sangat wajar bila orang selalu mengorbankan waktu, tenaga dan seluruh harta kekayaannya seperti pengorbanan yang dilakukan oleh kekasihnya. Rasulullah Saw telah mengorbankan seluruh pemberian Allah Swt baik berupa potensi, kemampuan harta dan jiwa untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya Islam, dari penyembahan hamba kepada penyembahan Rabbnya hamba. Rasulullah Saw berjihad di jalan Allah dengan sungguh-sungguh Agar kalimat Allah Swt tinggi dan kalimat kekafiran hancur dan hina dan beliau berperang agar tidak muncul fitnah dan hanya
agama Allah Swt yang tegak di muka bumi.Orang-orang yang mencintai Rasulullah Saw mengikuti dan mencontoh jejak petunjuk beliau dalam semua itu, dengan suka rela mereka dengan bantuan dan karunia Allah Swt selalu siap mengorbankan seluruh potensi dan kemampuan, mempersembahkan harta dan nyawa untuk tujuan seperti tujuan yang ditempuh Rasulullah Saw, beliau mempersembahkan waktu, harta dan jiwa untuk itu.Allah berfirman: "Di antara orang-orang mumin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kapada Allah, maka diantara mereka ada yang gugur. Dan diantara mereka ada (pula) yang
menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah (janjinya)." (Al-Ahzab:23)

Suatu ketika, suasana majelis Rasulullah bersama para sahabat hening sejenak. Semua yang hadir diam membatu. Mereka seperti sedang memikirkan sesuatu. Lebih-lebih lagi Saidina Abu Bakar. Itulah pertama kali dia mendengar orang yang sangat dikasihi melafazkan pengakuan demikian. “Aku merindukan saudara-saudaraku”.... Seulas senyuman yang sedia terukir dibibirnya pun terungkai.
Wajahnya yang tenang berubah warna.
"Apakah maksudmu berkata demikian wahai Rasulullah? Bukankah kami ini saudara-saudaramu? " Saidina Abu Bakar bertanya melepaskan gumpalan teka-teki yang mula menyerabut fikiran.
"Tidak, wahai Abu Bakar. Kamu semua adalah sahabat-sahabatku tetapi bukan saudara-saudaraku (ikhwan)," suara Rasulullah bernada rendah.
"Kami juga ikhwanmu, wahai Rasulullah," kata seorang sahabat yang lain pula.
Rasulullah menggeleng-gelangkan kepalanya perlahan-lahan sambil tersenyum.
Kemudian baginda bersuara, "Saudaraku ialah mereka yang belum pernah melihatku tetapi mereka beriman denganku sebagai Rasulullah dan mereka sangat mencintaiku. Malahan kecintaan mereka kepadaku melebihi cinta mereka kepada anak-anak dan orang tua mereka."
Pada ketika yang lain pula, Rasulullah menceritakan tentang keimanan 'ikhwan' baginda: "Siapakah yang paling ajaib imannya?" tanya Rasulullah.
"Malaikat," jawab sahabat.
"Bagaimana para malaikat tidak beriman kepada Allah sedangkan mereka sentiasa hampir dengan Allah," jelas Rasulullah.
Para sahabat terdiam seketika. Kemudian mereka berkata lagi, "Para nabi."
"Bagaimana para nabi tidak beriman, sedangkan wahyu diturunkan kepada mereka."
"Mungkin kami
," celah seorang sahabat.
"Bagaimana kamu tidak beriman sedangkan aku berada ditengah-tengah kau," pintas Rasulullah menyangkal hujah sahabatnya itu.
"Kalau begitu, hanya Allah dan Rasul-Nya sahaja yang lebih mengetahui," jawab seorang sahabat lagi, mengakui kelemahan mereka.
"Kalau kamu ingin tahu siapa mereka? Mereka ialah umatku yang hidup selepasku. Mereka membaca Al Quran dan beriman dengan semua isinya. Berbahagialah orang yang dapat berjumpa dan beriman denganku. Dan tujuh kali lebih berbahagia orang yang beriman denganku tetapi tidak pernah berjumpa denganku," jelas Rasulullah.
"Aku sungguh rindu hendak bertemu dengan mereka," ucap Rasulullah.

Cerita lain tentang Bilal Bin Robah r.a.
Kisah itu diawali dengan cerita Bilal ra. tentang mimpinya semalam. Lelaki asal Ethiopia itu, suatu malam bermimpi dalam tidurnya. Dalam mimpinya, Bilal bertemu dengan Rasulullah SAW. “Bilal, betapa rindu aku padamu,” kata Rasulullah SAW dalam mimpi Bilal.

Satu orang mendengar cerita Bilal ra. Tak berapa lama, orang pertama menceritakan mimpi Bilal ra. pada orang kedua. Orang keduapun bercerita pada orang ketiga, keempat, kelima dan seterusnya. Menjelang sore, nyaris seluruh penduduk kota Madinah, kota yang sudah lama ditinggalkannya, tahu tentang mimpinya itu. Maka bersepakat penduduk Madinah, meminta Bilal ra. untuk adzan di masjid Rasulullah saat waktu shalat maghrib tiba.

Tak kuasa Bilal menolak keinginan sahabat-sahabatnya. Senja merah, angin sepoi dan langit bersih dari mega. Bilal mengumandangkan adzan. Penduduk Madinah tercekam kerinduan. Rasa dalam dada membuncah, detik-detik bersama Rasulullah, manusia tercinta terbayang kembali di pelupuk mata. Akhirnya, penduduk Madinah pun menitikkan air mata rindunya. Dan Bilal ra, tentu saja ia diharu biru rindu pada kekasihnya, nabi akhir zaman itu.

Sunday, October 16, 2011

TRISSA AMOUR

by SIGIT TRI W (Special for my lovely wife)

五    月   的  一天        我   看   見    你 快    樂
Wǔ yuè de yītiān    Wǒ kànjiàn nǐ kuài lè
One Day on May    I saw you happy


仰        望     天     空,   我  的  蜂  蜜
Yǎngwàng tiānkōng, wǒ de fēngmì
Look at the sky, my honey

你 的   感   覺   那  麼  可愛,    引起 你 我  Trissa

Nǐ de gǎnjué nàme kě'ài,   yǐnqǐ nǐ wǒ, Ó Trissa

Your feeling so lovely, cause you're mine oh Trissa.



當       你   的  眼 睛     眉 毛         親 吻    下    降    擊  落
Dāng nǐ de yǎnjīng méimáo qīnwěn xiàjiàng jíluò
When kisses drop downed to your eyes brows



當      你 想       說         “我  愛  你        Trissa........我  對  你   的愛
Dāng nǐ xiǎng shuō “wǒ ài nǐ”       Trissa,    wǒ duì nǐ de ài

while you wanna say "I love you"   Trissa, my love just for you


Trissa,  我    對  你 的 愛,    我   從    來     沒 有    讓      你  走
Trissa,   wǒ duì nǐ de ài,  Wǒ cónglái méiyǒu ràng nǐ zǒu
Trissa, my love just for you, 
I never let you go




直  到    本     賽季  的....路 過         永     遠,Trissa
Zhídào běn sàijì de.... Lùguò Yǒngyuǎn, ó Trissa.
Till the season....will passing by,  Forever, oh Trissa.


我    無法 忘    記   我  的   回 憶當      你 想        說    “我  愛 你
Wǒ wúfǎ wàngjì wǒ de huíyì, dāng nǐ xiǎng shuō “wǒ ài nǐ”
I could not forget my memories when you wanna say  " I love you"


Trissa我  只   為      你
Trissa, wǒ zhǐ wèi nǐ de ài.
Trissa, my love just For you.







Friday, October 7, 2011

Pelajaran bahasa Arab 9. DHAMIR (Kata Ganti)

ضَمِيْر
DHAMIR
(Kata Ganti)
Dhamir atau "kata ganti" ialah Isim yang berfungsi untuk menggantikan atau mewakili penyebutan sesuatu/seseorang maupun sekelompok benda/orang. Dhamir termasuk dalam golongan Isim Ma'rifah.
Contoh:
أَحْمَدُ يَرْحَمُ اْلأَوْلاَدَ = Ahmad menyayangi anak-anak
هُوَ يَرْحَمُهُمْ = Dia menyayangi mereka
Pada contoh di atas, kata أَحْمَدُ diganti dengan هُوَ (=dia), sedangkan الأَوْلاَد (=anak-anak) diganti dengan هُمْ (=mereka).
Kata هُوَ dan هُمْ dinamakan Dhamir atau Kata Ganti.
Menurut fungsinya, ada dua golongan Dhamir yaitu:
1) DHAMIR RAFA' ( ضَمِيْر رَفْع ) yang berfungsi sebagai Subjek.
2) DHAMIR NASHAB ( ضَمِيْر نَصْب ) yang berfungsi sebagai Objek.
Dhamir Rafa' dapat berdiri sendiri sebagai satu kata, sedangkan Dhamir Nashab tidak dapat berdiri sendiri atau harus terikat dengan kata lain dalam kalimat.
Dalam kalimat: هُوَ يَرْحَمُهُمْ (= Dia menyayangi mereka):
- Kata هُوَ (=dia) adalah Dhamir Rafa', sedangkan:
- Kata هُمْ (=mereka) adalah Dhamir Nashab.

ضَمِيْر رَفْع
DHAMIR
RAFA' (Kata Ganti Subjek)
Semua Dhamir dapat dikelompokkan menjadi tiga macam:
1. MUTAKALLIM ( مُتَكَلِّم ) atau pembicara (orang pertama).
a) Mufrad: أَنَا (= aku, saya) untuk Mudzakkar maupun Muannats.
b) Mutsanna/Jamak: نَحْنُ (= kami, kita) untuk Mudzakkar maupun Muannats.
2. MUKHATHAB ( مُخَاطَب ) atau lawan bicara (orang kedua). Terdiri dari:
a) Mufrad: أَنْتَ (= engkau) untuk Mudzakkar dan أَنْتِ untuk Muannats.
b) Mutsanna: أَنْتُمَا (= kamu berdua) untuk Mudzakkar maupun Muannats.
c) Jamak: أَنْتُمْ (= kalian) untuk Mudzakkar dan أَنْتُنَّ untuk Muannats.
3. GHAIB ( غَائِب ) atau tidak berada di tempat (orang ketiga). Terdiri dari:
a) Mufrad: هُوَ (= dia) untuk Mudzakkar dan هِيَ untuk Muannats.
b) Mutsanna: هُمَا (= mereka berdua) untuk Mudzakkar maupun Muannats.
c) Jamak: هُمْ (= mereka) untuk Mudzakkar dan هُنَّ untuk Muannats.
Hafalkanlah keduabelas bentuk Dhamir Rafa' di atas beserta artinya masing-masing sebelum melangkah ke pelajaran selanjutnya!




ضَمِيْر نَصْب
DHAMIR
NASHAB (Kata Ganti Objek)
Dhamir Nashab adalah turunan (bentuk lain) dari Dhamir Rafa' yang terdiri dari:
Dhamir Rafa'
Dhamir Nashab
Dhamir Rafa'
Dhamir Nashab
أَنَا
ي
أَنْتُنَّ كُنَّ
نَحْنُ نَا هُوَ هُ
أَنْتَ كَ هِيَ هَا
أَنْتِ كِ هُمَا هُمَا
أَنْتُمَا كُمَا هُمْ هُمْ
أَنْتُمْ كُمْ هُنَّ هُنَّ
Dhamir Nashab berfungsi sebagai objek dan tidak dapat berdiri sendiri; ia terikat dengan kata lain dalam suatu kalimat, baik itu dengan Isim, Fi'il ataupun Harf.
1) Contoh Dhamir Nashab yang terikat dengan Isim dalam kalimat:
أَنَا مُسْلِمٌ، دِيْنِيَ اْلإِسْلاَمُ = saya seorang muslim, agamaku Islam
نَحْنُ مُسْلِمُوْنَ، دِيْنُنَا اْلإِسْلاَمُ = kami orang-orang muslim, agama kami Islam
أَنْتَ مُسْلِمٌ، دِيْنُكَ اْلإِسْلاَمُ = engkau (lk) seorang muslim, agamamu Islam
أَنْتِ مُسْلِمَةٌ، دِيْنُكِ اْلإِسْلاَمُ = engkau (pr) seorang muslim, agamamu Islam
2) Contoh Dhamir Nashab yang terikat dengan Fi'il dalam kalimat:
أَنْتُمَا مُسْلَمَانِ، اَللهُ يَرْحَمُكُمَا = kamu berdua adalah muslim, Allah merahmati kamu berdua
أَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ، اَللهُ يَرْحَمُكُمْ = kalian (lk) adalah muslimun, Allah merahmati kalian
أَنْتُنَّ مُسْلِمَاتٌ، اَللهُ يَرْحَمُكُنَّ = kalian (pr) adalah muslimat, Allah merahmati kalian
هُوَ مُسْلِمٌ، اَللهُ يَرْحَمُهُ = dia (lk) adalah muslim, Allah merahmatinya
3) Contoh Dhamir Nashab yang terikat dengan Harf dalam kalimat:
هِيَ مُسْلِمَةٌ، لَهَا رَحْمَةُ اللهِ = dia (pr) adalah seorang muslimah, untuknya rahmat Allah
هُمَا مُسْلِمَانِ، لَهُمَا رَحْمَةُ اللهِ = mereka berdua adalah muslim, untuk mereka berdua rahmat Allah
هُمْ مُسْلِمُوْنَ، لَهُمْ رَحْمَةُ اللهِ = mereka (lk) adalah muslimin, untuk mereka rahmat Allah
هُنَّ مُسْلِمَاتٌ، لَهُنَّ رَحْمَةُ اللهِ = mereka (pr) adalah muslimat, untuk mereka rahmat Allah
Gabungan Dhamir Nashab yang melekat pada Isim akan membentuk Isim Ma'rifah dengan pola Mudhaf-Mudhaf Ilaih dimana Isim di depannya merupakan Mudhaf sedang Dhamir Nashab di belakangnya merupakan Mudhaf Ilaih.
بَيْتِيْ (=rumahku) --> بَيْتٌ [Mudhaf] + ي [Mudhaf Ilaih]
كِتَابُكَ (=bukumu) --> كِتَابٌ [Mudhaf] + كَ [Mudhaf Ilaih]
مَدْرَسَتُهُمْ (=sekolah mereka) --> مَدْرَسَةٌ [Mudhaf] + هُمْ [Mudhaf Ilaih]
Hafalkanlah semua Dhamir Nashab di atas beserta artinya masing-masing sebelum melangkah ke pelajaran selanjutnya!