Wednesday, February 22, 2012

Peringatan Maulid Nabi SAW : menjadikan Nabi SAW sebagai idola

Seputar Maulid
Perayaan Maulid Nabi dan Kontroversi Ma'na Bid’ah Peryataan bahwa perayaan maulid Nabi adalah amalan bid'ah adalah peryataan sangat tidak tepat, karena bid'ah adalah sesuatu yang baru atau diada-adakan dalam Islam yang tidak ada landasan sama sekali dari dari Al-Qur'an dan as-Sunah. Adapun maulid  walaupun suatu yang baru di dalam Islam akan tetapi memiliki landasan dari Al-Qur'an dan as-Sunah.

Pada maulid Nabi di dalamya banyak sekali nilai ketaatan, seperti: sikap syukur, membaca dan mendengarkan bacaan Al-Quran, bersodaqoh, mendengarkan mauidhoh hasanah atau menuntut ilmu, mendengarkan kembali sejarah dan keteladanan Nabi, dan membaca sholawat yang kesemuanya telah dimaklumi bersama bahwa hal tersebut sangat dianjurkan oleh agama dan ada dalilnya di dalam Al-Qur'an dan as-Sunah.

Pengukhususan Waktu

Ada yang menyatakan bahwa menjadikan maulid dikatakan bid'ah adalah adanya pengkhususan (takhsis) dalam pelakanaan di dalam waktu tertentu, yaitu bulan Rabiul Awal yang hal itu tidak dikhususkan oleh syariat. Pernyataan ini sebenarnaya perlu di tinjau kembali, karena takhsis yang dilarang di dalam Islam ialah takhsis dengan cara meyakini atau menetapkan hukum suatu amal bahwa amal tersebut tidak boleh diamalkan kecuali hari-hari khusus dan pengkhususan tersebut tidak ada landasan darisyar'i sendiri(Dr Alawy bin Shihab, Intabih Dinuka fi Khotir: hal.27).

Hal ini berbeda dengan penempatan waktu perayaan maulid Nabi pada bulan Rabiul Awal, karena orang yang melaksanakan maulid Nabi sama sekali tidak meyakini, apalagi menetapkan hukum bahwa maulid Nabi tidak boleh dilakukan kecuali bulan Robiul Awal, maulid Nabi bisa diadakan kapan saja, dengan bentuk acara yang berbeda selama ada nilai ketaatan dan tidak bercampur dengan maksiat.

Pengkhususan waktu maulid disini bukan kategori takhsis yang di larang syar'i tersebut, akan tetapi masuk kategori tartib (penertiban).

Pengkhususan waktu tertentu dalam beramal sholihah adalah diperbolehkan, Nabi Muhammad sendiri mengkhusukan hari tertentu untuk beribadah dan berziaroh ke masjid kuba, seperti diriwatkan Ibnu Umar bahwa Nabi Muhammad mendatangi masjid Kuba setiap hari Sabtu dengan jalan kaki atau dengan kendaraan dan sholat sholat dua rekaat di sana (HR Bukhari dan Muslim). Ibnu Hajar mengomentari hadis ini mengatakan: "Bahwa hadis ini disertai banyaknya riwayatnya menunjukan diperbolehkan mengkhususan sebagian hari-hari tertentu dengan amal-amal salihah dan dilakukan terus-menerus".(Fathul Bari 3: hal. 84)

Imam Nawawi juga berkata senada di dalam kitab Syarah Sahih Muslim. Para sahabat Anshor juga menghususkan waktu tertentu untuk berkumpul untuk bersama-sama mengingat nikmat Allah,( yaitu datangnya Nabi SAW) pada hari Jumat atau mereka menyebutnya Yaumul 'Urubah dan direstui Nabi.

Jadi dapat difahami, bahwa pengkhususan dalam jadwal Maulid, Isro' Mi'roj dan yang lainya hanyalah untuk penertiban acara-acara dengan memanfaatkan momen yang sesui, tanpa ada keyakinan apapun, hal ini seperti halnya penertiban atau pengkhususan waktu sekolah, penghususan kelas dan tingkatan sekolah yang kesemuanya tidak pernah dikhususkan oleh syariat, tapi hal ini diperbolehkan untuk ketertiban, dan umumnya tabiat manusia apabila kegiatan tidak terjadwal maka kegiatan tersebut akan mudah diremehkan dan akhirnya dilupakan atau ditinggalkan.

Acara maulid di luar bulan Rabiul Awal sebenarnya telah ada dari dahulu, seperti acara pembacaan kitab Dibagh wal Barjanji atau kitab-kitab yang berisi sholawat-sholawat yang lain yang diadakan satu minggu sekali di desa-desa dan pesantren, hal itu sebenarnya adalah kategori maulid, walaupun di Indonesia masyarakat tidak menyebutnya dengan maulid, dan jika kita berkeliling di negara-negara Islam maka kita akan menemukan bentuk acara dan waktu yang berbeda-beda dalam acara maulid Nabi, karena ekpresi syukur tidak hanya dalam satu waktu tapi harus terus menerus dan dapat berganti-ganti cara, selama ada nilai ketaatan dan tidak dengan jalan maksiat.

Semisal di Yaman, maulid diadakan setiap malam jumat yang berisi bacaan sholawat-sholawat Nabi dan ceramah agama dari para ulama untuk selalu meneladani Nabi. Penjadwalan maulid di bulan Rabiul Awal hanyalah murni budaya manusia, tidak ada kaitanya dengan syariat dan barang siapa yang meyakini bahwa acara maulid tidak boleh diadakan oleh syariat selain bulan Rabiul Awal maka kami sepakat keyakinan ini adalah bid'ah dholalah.

Tak Pernah Dilakukan Zaman Nabi dan Sohabat

Di antara orang yang mengatakan maulid adalah bid'ah adalah karena acara maulid tidak pernah ada di zaman Nabi, sahabat atau kurun salaf. Pendapat ini muncul dari orang yang tidak faham bagaimana cara mengeluarkan hukum(istimbat) dari Al-Quran dan as-Sunah. Sesuatu yang tidak dilakukan Nabi atau Sahabat –dalam term ulama usul fiqih disebut at-tark – dan tidak ada keterangan apakah hal tersebut diperintah atau dilarang maka menurut ulama ushul fiqih hal tersebut tidak bisa dijadikan dalil, baik untuk melarang atau mewajibkan.

Sebagaimana diketahui pengertian as-Sunah adalah perkatakaan, perbuatan dan persetujuan beliau. Adapun at-tark tidak masuk di dalamnya. Sesuatu yang ditinggalkan Nabi atau sohabat mempunyai banyak kemungkinan, sehingga tidak bisa langsung diputuskan hal itu adalah haram atau wajib. Disini akan saya sebutkan alasan-alasan kenapa Nabi meninggalkan sesuatu:

1. Nabi meniggalkan sesuatu karena hal tersebut sudah masuk di dalam ayat atau hadis yang maknanya umum, seperti sudah masuk dalam makna ayat: "Dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.''(QS Al-Haj: 77). Kebajikan maknanya adalah umum dan Nabi tidak menjelaskan semua secara rinci.

2. Nabi meninggalkan sesutu karena takut jika hal itu belai lakukan akan dikira umatnya bahwa hal itu adalah wajib dan akan memberatkan umatnya, seperti Nabi meninggalkan sholat tarawih berjamaah bersama sahabat karena khawatir akan dikira sholat terawih adalah wajib.

3. Nabi meninggalkan sesuatu karena takut akan merubah perasaan sahabat, seperti apa yang beliau katakan pada siti Aisyah: "Seaindainya bukan karena kaummu baru masuk Islam sungguh akan aku robohkan Ka'bah dan kemudian saya bangun kembali dengan asas Ibrahim as. Sungguh Quraiys telah membuat bangunan ka'bah menjadi pendek." (HR. Bukhori dan Muslim) Nabi meninggalkan untuk merekontrusi ka'bah karena menjaga hati mualaf ahli Mekah agar tidak terganggu.

4. Nabi meninggalkan sesuatu karena telah menjadi adatnya, seperti di dalam hadis: Nabi disuguhi biawak panggang kemudian Nabi mengulurkan tangannya untuk memakannya, maka ada yang berkata: "itu biawak!", maka Nabi menarik tangannya kembali, dan beliu ditanya: "apakah biawak itu haram? Nabi menjawab: "Tidak, saya belum pernah menemukannya di bumi kaumku, saya merasa jijik!" (QS. Bukhori dan Muslim) hadis ini menunjukan bahwa apa yang ditinggalkan Nabi setelah sebelumnya beliu terima hal itu tidak berarti hal itu adalah haram atau dilarang.

5. Nabi atau sahabat meninggalkan sesuatu karena melakukan yang lebih afdhol. Dan adanya yang lebih utama tidak menunjukan yang diutamai (mafdhul) adalah haram.dan masih banyak kemungkinan-kemungkinan yang lain (untuk lebih luas lih. Syekh Abdullah al Ghomariy. Husnu Tafahum wad Dark limasalatit tark)

Dan Nabi bersabda:" Apa yang dihalalakan Allah di dalam kitab-Nya maka itu adalah halal, dan apa yang diharamkan adalah haram dan apa yang didiamkan maka itu adalah ampunan maka terimalah dari Allah ampunan-Nya dan Allah tidak pernah melupakan sesuatu, kemudian Nabi membaca:" dan tidaklah Tuhanmu lupa".(HR. Abu Dawud, Bazar dll.) dan Nabi juga bersabda: "Sesungguhnya Allah menetapkan kewajiban maka jangan enkau sia-siakan dan menetapkan batasan-batasan maka jangan kau melewatinya dan mengharamkan sesuatu maka jangan kau melanggarnya, dan dia mendiamkan sesuatu karena untuk menjadi rahmat bagi kamu tanpa melupakannya maka janganlah membahasnya".(HR.Daruqutnhi)

Dan Allah berfirman:"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya."(QS.Al Hasr:7) dan Allah tidak berfirman  dan apa yang ditinggalknya maka tinggalkanlah.

Maka dapat disimpulkan bahwa "at-Tark" tidak memberi faidah hukum haram, dan alasan pengharaman maulid dengan alasan karena tidak dilakukan Nabi dan sahabat sama dengan berdalil dengan sesuatu yang tidak bisa dijadikan dalil!

Imam Suyuti menjawab peryataan orang yang mengatakan: "Saya tidak tahu bahwa maulid ada asalnya di Kitab dan Sunah" dengan jawaban: "Tidak mengetahui dalil bukan berarti dalil itu tidak ada", peryataannya Imam Suyutiy ini didasarkan karena beliau sendiri dan Ibnu Hajar al-Asqolaniy telah mampu mengeluarkan dalil-dalil maulid dari as-Sunah. (Syekh Ali Jum'ah. Al-Bayanul  Qowim, hal.28)



Merayakan Maulid Nabi SAW (1) Memang Rasulullah SAW tidak pernah melakukan seremoni peringatan hari lahirnya. Kita belum pernah menjumpai suatu hadits/nash yang menerangkan bahwa pada setiap tanggal 12 Rabi’ul Awwal (sebagian ahli sejarah mengatakan 9 Rabiul Awwal), Rasulullah SAW mengadakan upacara peringatan hari kelahirannya. Bahkan ketika beliau sudah wafat, kita belum pernah mendapati para shahabat r.a. melakukannya. Tidak juga para tabi`in dan tabi`it tabi`in.

Menurut Imam As-Suyuthi, tercatat sebagai raja pertama yang memperingati hari kelahiran Rasulullah saw ini dengan perayaan yang meriah luar biasa adalah Raja Al-Mudhaffar Abu Sa`id Kukburi ibn Zainuddin Ali bin Baktakin (l. 549 H. - w.630 H.). Tidak kurang dari 300.000 dinar beliau keluarkan dengan ikhlas untuk bersedekah pada hari peringatan maulid ini. Intinya menghimpun semangat juang dengan membacakan syi’ir dan karya sastra yang menceritakan kisah kelahiran Rasulullah SAW.

Di antara karya yang paling terkenal adalah karya Syeikh Al-Barzanji yang menampilkan riwayat kelahiran Nabi SAW dalam bentuk natsar (prosa) dan nazham (puisi). Saking populernya, sehingga karya seni Barzanji ini hingga hari ini masih sering kita dengar dibacakan dalam seremoni peringatan maulid Nabi SAW.

Maka sejak itu ada tradisi memperingati hari kelahiran Nabi SAW di banyak negeri Islam. Inti acaranya sebenarnya lebih kepada pembacaan sajak dan syi`ir peristiwa kelahiran Rasulullah SAW untuk menghidupkan semangat juang dan persatuan umat Islam dalam menghadapi gempuran musuh. Lalu bentuk acaranya semakin berkembang dan bervariasi.

Di Indonesia, terutama di pesantren, para kyai dulunya hanya membacakan syi’ir dan sajak-sajak itu, tanpa diisi dengan ceramah. Namun kemudian ada muncul ide untuk memanfaatkan momentum tradisi maulid Nabi SAW yang sudah melekat di masyarakat ini sebagai media dakwah dan pengajaran Islam. Akhirnya ceramah maulid menjadi salah satu inti acara yang harus ada, demikian juga atraksi murid pesantren. Bahkan sebagian organisasi Islam telah mencoba memanfaatkan momentum itu tidak sebatas seremoni dan haflah belaka, tetapi juga untuk melakukan amal-amal kebajikan seperti bakti sosial, santunan kepada fakir miskin, pameran produk Islam, pentas seni dan kegiatan lain yang lebih menyentuh persoalan masyarakat.

Kembali kepada hukum merayakan maulid Nabi SAW, apakah termasuk bid`ah atau bukan?

Memang secara umum para ulama salaf menganggap perbuatan ini termasuk bid`ah. Karena tidak pernah diperintahkan oleh Rasulullah saw dan tidak pernah dicontohkan oleh para shahabat seperti perayaan tetapi termasuk bid’ah hasanah (sesuatu yang baik), Seperti Rasulullah SAW merayakan kelahiran dan penerimaan wahyunya dengan cara berpuasa setiap hari kelahirannya, yaitu setia hari Senin Nabi SAW berpuasa untuk mensyukuri kelahiran dan awal penerimaan wahyunya.

عَنْ أَبِيْ قَتَادَةَ الأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الْإِثْنَيْنِ فَقَالَ” : فِيْهِ وُلِدْتُ وَفِيْهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ . رواه مسلم

Dari Abi Qotadah al-Anshori RA sesungguhnya Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai puasa hari senin. Rasulullah SAW menjawab: Pada hari itu aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku.” (H.R. Muslim)

Kita dianjurkan untuk bergembira atas rahmat dan karunia Allah SWT kepada kita. Termasuk kelahiran Nabi Muhammad SAW yang membawa rahmat kepada alam semesta. Allah SWT berfirman:

قُلْ بِفَضْلِ اللّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُواْ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ 

Katakanlah: ‘Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.’ ” (QS.Yunus:58).

Ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari. Hadits itu menerangkan bahwa pada setiap hari senin, Abu Lahab diringankan siksanya di Neraka dibandingkan dengan hari-hari lainnya. Hal itu dikarenakan bahwa saat Rasulullah saw lahir, dia sangat gembira menyambut kelahirannya sampai-sampai dia merasa perlu membebaskan (memerdekakan) budaknya yang bernama Tsuwaibatuh Al-Aslamiyah.

Jika Abu Lahab yang non-muslim dan Al-Qur’an jelas mencelanya, diringankan siksanya lantaran ungkapan kegembiraan atas kelahiran Rasulullah SAW, maka bagaimana dengan orang yang beragama Islam yang gembira dengan kelahiran Rasulullah SAW?
Merayakan Maulid Nabi SAW (2) Jika sebagian umat Islam ada yang berpendapat bahwa merayakan Maulid Nabi SAW adalah bid’ah yang sesat karena alasan tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah saw sebagaimana dikatakan oleh beliau:
 

إِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ. رواه أبو داود والترمذي

Hindarilah amalan yang tidak ku contohkan (bid`ah), karena setiap bid`ah menyesatkan. (HR Abu Daud dan Tarmizi)

Maka selain dalil dari Al-Qur’an dan Hadits Nabi tersebut, juga secara semantik  (lafzhi) kata ‘kullu’ dalam hadits tersebut tidak menunjukkan makna keseluruhan bid’ah (kulliyah) tetapi ‘kullu’ di sini bermakna sebagian dari keseluruhan bid’ah (kulli) saja. Jadi, tidak seluruh bid’ah adalah sesat karena ada juga bid’ah hasanah, sebagaimana komentar Imam Syafi’i:

المُحْدَثَاتُ ضَرْباَنِ مَاأُحْدِثَ يُخَالِفُ كِتاَباً أَوْسُنَّةً أَوْأَثَرًا أَوْإِجْمَاعًا فَهَذِهِ بِدْعَةُ الضَّلاَلِ وَمَاأُحْدِثَ مِنَ الخَيْرِ لاَيُخَالِفُ شَيْئاً مِنْ ذَالِكَ فَهِيَ مُحْدَثَةٌ غَيْرَ مَذْمُوْمَةٍ

Sesuatu yang diada-adakan (dalam agama) ada dua macam: Sesuatu yang diada-adakan (dalam agama) bertentangan dengan Al-Qur’an, Sunnah Nabi SAW, prilakuk sahabat, atau kesepakatan ulama maka termasuk bid’ah yang sesat; adapun sesuatu yang diada-adakan adalah sesuatu yang baik dan tidak menyalahi ketentuan (al Qur’an, Hadits, prilaku sahabat atau Ijma’) maka sesuatu itu tidak tercela (baik). (Fathul Bari, juz XVII: 10)

Juga realitas di dunia Islam dapat menjadi pertimbangan untuk jawaban kepada mereka yang melarang maulid Nabi SAW. Ternyata fenomena tradisi maulid Nabi SAW itu tidak hanya ada di Indonesia, tapi merata di hampir semua belahan dunia Islam. Kalangan awam diantara mereka barangkali tidak tahu asal-usul kegiatan ini. Tetapi mereka yang sedikit mengerti hukum agama berargumen bahwa perkara ini tidak termasuk bid`ah yang sesat karena tidak terkait dengan ibadah mahdhah atau ritual peribadatan dalam syariat.

Buktinya, bentuk isi acaranya bisa bervariasi tanpa ada aturan yang baku. Semangatnya justru pada momentum untuk menyatukan semangat dan gairah ke-islaman. Mereka yang melarang peringatan maulid Nabi SAW sulit membedakan antara ibadah dengan syi’ar Islam. Ibadah adalah sesuatu yang baku (given/tauqifi) yang datang dari Allah SWT, tetapi syi’ar adalah sesuatu yang  ijtihadi, kreasi umat Islam dan situasional serta mubah.

Perlu dipahami, sesuatu yang mubah tidak semuanya dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Imam as-Suyuthi mengatakan dalam menananggapi hukum perayaan maulid Nabi SAW:

وَالجَوَابُ عِنْدِيْ أَنَّ أَصْلَ عَمَلِ المَوْلِدِ الَّذِيْ هُوَ اِجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَأَةُ مَاتَيَسَّّرَ مِنَ القُرْآنِ وَرِوَايَةُ الأَخْبَارِ الوَارِدَةِ فِيْ مَبْدَأِ أَمْرِالنَّبِيّ صَلَّّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّّمَ مَاوَقَعَ فِيْ مَوْلِدِهِ مِنَ الاَياَتِ ثُمَّ يَمُدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَهُ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ عَلَى ذَالِكَ مِنَ البِدَعِ الحَسَنَةِ الَّتِيْ يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيْ صََلََّى اللهُُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِظْهَارِالفَرَحِ وَالِاسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ 

Menurut saya asal perayaan maulid Nabi SAW, yaitu manusia berkumpul, membaca al-Qur’an dan kisah-kisah teladan Nabi SAW sejak kelahirannya sampai perjalanan hidupnya. Kemudian dihidangkan makanan yang dinikmati bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak lebih. Semua itu tergolong bid’ah hasanah(sesuatu yang baik). Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi SAW, menampakkan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhamad saw yang mulia. (Al- Hawi Lil-Fatawa, juz I, h. 251-252)

Pendapat Ibnu Hajar al-Haithami: “Bid’ah yang baik itu sunnah dilakukan, begitu juga memperingati hari maulid Rasulullah SAW.”

Pendapat Abu Shamah (guru Imam Nawawi): ”Termasuk hal baru yang baik dilakukan pada zaman ini adalah apa yang dilakukan tiap tahun bertepatan pada hari kelahiran Rasulullah saw. dengan memberikan sedekah dan kebaikan, menunjukkan rasa gembira dan bahagia, sesungguhnya itu semua berikut menyantuni fakir miskin adalah tanda kecintaan kepada Rasulullah SAW dan penghormatan kepada beliau, begitu juga merupakan bentuk syukur kepada Allah atas diutusnya Rasulullah SAW kepada seluruh alam semesta”.


Bagaimana Meneladani Rasulullah SAW:
1. Kebersahajaan Beliau
2. Kasih sayang beliau kepada siapa saja, khususnya ummat beliau
3. Semangat dakwah beliau
4. Kewajiban kita kepada Rasulullah

Sunday, February 19, 2012

Hadiah dari buah taqwa....

Oleh Muhaimin Iqbal   
Jum'at, 17 February 2012 08:08
Pada saat Ibnu Jarir at Tabari sedang berada di Makkah untuk menunaikan ibadah haji, dia melihat seorang lelaki dari Khurasaan berteriak-teriak di jalan : “ Wahai para haji dan penduduk Makkah baik yang hadir maupun yang tidak, saya kehilangan kantong yang berisi 1000 Dinar.  Barang siapa yang bisa mengembalikan ke saya, Allah akan membalasnya dengan kebaikan, menjauhkannya dari api neraka, memberinya rezeki dan kesenangan di hari pembalasan”.

Seorang Arab tua miskin dengan baju yang lusuh datang mendekati lelaki dari Khurasaan ini, dia berkata : “Wahai Khurasaani, kota ini sangat keras, hari-hari haji terbatas, musim haji sudah ditentukan, pintu untuk membuat keuntungan telah ditutup, maka bisa saja uang Anda jatuh ketangan orang miskin yang membutuhkannya.  Barangkali yang menemukannya mau mengembalikan kepada Anda bila Anda mau berbagi sedikit ?”.

Khurasaani berkata : “Berapa banyak yang dia mau ?

Orang arab tua tersebut berkata : “barangkali sepersepuluhnya (100 Dinar) cukup…? 

Khurasaani menjawab : “Tidak, aku tidak akan memberinya bagian, saya akan adukan kepada Allah pada hari aku menemuiNya, cukuplah Allah bagiku dan hanya kepadaNya aku percaya”.

Sampai tiga hari  Khurasaani tersebut mencari kantong dengan 1000 Dinarnya yang hilang, setiap saat pula dia ditemui oleh orang Arab tua yang berpakaian lusuh tersebut. Pada hari kedua si orang Arab menegosiasikan agar yang menemukan diberi 1/100-nya atau 10 Dinar, pada hari ketiga dia menurunkan lagi tawarannya agar yang menemukan diberi 1/1000 atau 1 Dinar – tetapi Khurasaani tetap menolak memberinya.

Kejadian ini menarik perhatian Ibnu Jarir, dan dengan rasa keingin tahuannya dia mengikuti orang Arab tersebut. Sesampainya di rumah si orang Arab, Ibnu Jarir mendapati bahwa orang Arab tersebut memang benar sangatlah miskin. Dari luar rumahnya dia mendengar istri orang Arab tersebut membujuk suaminya agar dia mengambil saja 1000 Dinar yang dia temukan di jalan dan tidak perlu mengembalikannya ke Khurasaani yang kehilangan 1000 Dinar dan tidak mau berbagi tersebut.

Tetapi si suami, bersikukuh bahwa  dia sudah hidup 86 tahun tidak memakan barang haram, dia tetap tidak mau memakannya sekarang hanya karena ditangannya ada 1000 Dinar yang bukan haknya.

Pada hari berikutnya dia menemui lagi Khurasaani yang sedang berteriak-teriak di jalan mencari 1000 Dinarnya. Deangan marah dia berkata : “Wahai Khurasaani, aku sudah berusaha membantumu dan meminta 100 Dinar bagi yang menemukannya – engkau menolak, 10 Dinar engkau menolak, 1 Dinar-pun engkau tetap menolak – padahal orang ini butuh untuk memberi makan anak istrinya”. Dia melanjutkan “Wahai Khurasaani, ayo ikut aku – aku kembalikan 1000 Dinar-mu utuh karena telah membuat aku tidak bisa tidur semenjak menemukan Dinarmu tersebut”.

Maka si Khurasaani mengikuti orang Arab tua tersebut menuju rumahnya. Sesampai di rumahnya, dia mengambil kantong dari galian tanah dan menyerahkannya kembali ke pemiliknya. Dengan senang hati si Khurasaani tersebut menerima kembali 1000 Dinarnya yang dicari-cari selama ini.

Ketika hendak pergi meninggalkan rumah orang Arab tua yang sangat miskin tersebut, tiba-tiba si Khurasaani berhenti di pintu dan berbalik , dia berkata ke si orang Arab tua : “ Wahai Pak Tua, ketika orang tuaku meninggal – dia meninggalkanku dengan 3000 Dinar. Dia berpesan kepadaku agar memberikan 1/3-nya untuk orang yang paling berhak yang aku dapat temui. Itulah sebabnya aku mengikat rapat-rapat kantong itu dan tidak memberikan satu Dinar-pun ke orang lain”. Lalu dia melanjutkan : “ Tetapi setelah melihat kondisimu ini, aku tidak menemukan orang lain sejak perjalananku dari Khurasan – yang lebih berhak uang ini selain engkau pak Tua. Maka ambillah seluruhnya 1000 Dinar ini”.

Dengan syukur yang luar biasa orang Arab tua yang sangat miskin tersebut menerima 1000 Dinar yang diberikan oleh si Khurasaani. Namun dia tidak mengambil semua untuk dirinya, dikumpulkan seluruh keluarga besarnya yang ada 9 orang – plus satu orang yang menjadi saksi atas kejadian tersebut yaitu Ibnu Jarir – total menjadi 10 orang, masing-masing mendapatkan 100 Dinar.

100 Dinar yang diterima Ibn Jarir tersebut menjadi bekalnya untuk menulis sejumlah kitab selama dua tahun, termasuk menulis cerita tersebut diatas.

Bahwa ketakwaan orang Arab tua yang sangat miskin tersebut mendatangkan rezeki yang tidak disangka-sangka untuk seluruh keluarga besarnya dan bahkan juga orang lain yang menyaksikannya, inilah yang dijanjikan oleh Allah dalam ayat : …Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya…”(QS 65 : 2-3).

Jadi kalau selama ini dalam bekerja dan berusaha kita lebih sering miss the target, tidak mencapai target yang kitab inginkan – barangkali kita lupa dua hal yaitu takwa dan tawakal, karena janji Allah untuk memberi jalan keluar, rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka dan kecukupan atas semua keperluan – hanya berlaku bagi orang-orang yang bertakwa dan bertawakal !. Semoga kita bisa menuju kesana dan bisa melampaui target kita – above and beyond target !. InsyaAllah.

Wednesday, February 15, 2012

Rasulullah saw; Al-Qudwah (Teladan) dan Al-Uswah (Contoh)

Risalah dari Prof. DR. Muhammad Badi’, Mursyid Am Ikhwanul Muslimin, 02-02-2012
Penerjemah:
Abu ANaS MA

Segala puji hanya milik Allah. Shalawat dan salam atas Rasulullah saw beserta keluarga, sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan ihsan hingga  hari pembalasan.. selanjutnya:
Rasulullah saw datang membawa agama mulia yang menegakkan keadilan, mewujudkan kesetaraan, menghancurkan kezhaliman, meruntuhkan para thaghut, dan membangun umat yang mulia serta mengajarkan manusia pada prinsip-prinsip kebebasan dan persaudaraan… karena itulah pada masa awal sejarahnya umat manusia berada dibawah naungan keadilan, kesetaraan dan kasih sayang.. tanpa perpecahan walaupun beda warna, bangsa, kedudukan atau keyakinan. Allah SWT berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
(Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (Al-Anbiya:107
Dan Allah menggabungkan dua sifat Nabi yang berasal dari nama-nama Allah SWT; bersimpati dan kasih sayang. Allah berfirman
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin”. (At-Taubah:128)
Rasulullah saw tidaklah memberikan warisan kepada kita dalam bentuk harta (Dinar atau dirham).. namun beliau memberikan warisan berupa amanah kehidupan secara menyeluruh yaitu Islam dan meninggalkan kepada kita pembela kehidupan disepanjang masa yaitu Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah tali Allah SWT yang membentang dari langit dan bumi, satu sisi ada ditangan-tangan kita dan sisi lainnya ada ditangan (kekuasaan) Allah. Barangsiapa yang berpegang teguh kepada Allah maka akan mendapatkan kemudahan jalan menuju Allah, dengan tali Allah manusia akan kuat. Sebagaimana pula Nabi saw meninggalkan kepada kita manhaj ilmiah dalam berbagai sisi kehidupan, barangsiapa yang mengikutinya akan selamat dari kesesatan menuju cahaya hidayah, hidup bahagia dan sejarah dan mendapat kemenangan berupa surga.
Dari Abu Hurairah ra berkata:
إِنِّى قَدْ خَلَّفْتُ فِيكُمْ مَا لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُمَا مَا أَخَذْتُمْ بِهِمَا أَوْ عَمِلْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّتِى وَلَنْ تَفَرَّقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَىَّ الْحَوْضَ
 ”Sesungguhnya Aku telah meninggalkan kepada kalian sehingga kalian tidak akan tersesat setelah kalian berpegang teguh kepada keduanya;  kitabulla dan sunnahku, dan tidak akan terbecah belah sehingga diberikan kepada Aku sebuah lembah” (Baihaqi)
Dan dakwah kita tergadaikan oleh dua unsur agung tadi dan dengan sirah para salafussalih -semoga Allah merahmati mereka semua-, Imam Al-Banna berkata: “Dakwah kita adalah islamiyah, dengan berbagai kondisi membawa satu kata yang memiliki makna, maka fahamilah sesuai dengan kehendak anda setelah itu, apa yang anda fahami hendaknya terikat dengan kitab Allah, sunnah Rasul-Nya dan sirah salafussalih dari umat Islam. Adapun yang berhubungan dengan kitab Allah adalah asas utama Islam dan penopangnya, sementara sunnah Nabi adalah pemberi penjelasan dan pensyarahnya, sementara sirah salafussalih adalah para pelaksana seluruh perintahnya dan penerus ajaran-ajarannya, mereka adalah contoh yang kongkret dan gambaran hidup terhadap perintah dan ajaran-ajaran Islam”. Jika ditanyakan: Kepada apa kalian menyeru? maka katakanlah: kami menyeru kepada Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, sedangkan pemerintahan ada bagian darinya, dan kemerdekaan adalah salah satu kewajibannya”.
Rasulullah adalah Al-Qudwah dan Al-Uswah
Bahwa diantara jalan tarbiyah yang besar pengaruhnya dalam jiwa adalah tarbiyah dalam bentuk ta’assi (mencontoh) dan al-Qudwah (meneladani)
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (Al-Ahzab:21)
Sirah Rasullah saw dan manhajnya adalah sebaik-baik pendidikan bagi setiap insan; seorang pemimpin, seorang politikus, seorang guru (pendidik), seorang suami dan seorang bapak. Beliau adalah contoh manusia yang sempurna bagi setiap orang yang ingin mendekati kesempurnaan dengan gambaran yang menakjubkan, oleh karena itulah sejak berdirinya dakwah ini diantara slogan kita adalah “Rasul adalah teladan kami” dan oleh karena itu pula Ikhwanul muslimin tidak menyeru kepada seorang pemimpinpun selain rasulullah saw. Slogan mereka adalah “Rasul adalah pemimpin kami”. Dan seorang muslim tidak mungkin mendapatkan kecintaan Allah kecuali dengan mengikuti petunjuk Rasulullah saw. Allah berfirman:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Ali Imran:31)
Bahkan ketika sebagian ikhwan pada salah satu perkumpulan menyeru dan menyanjung ustadz Hasan Al-Banna, maka beliau sangat marah dan melarang untuk mengulanginya kembali dalam kondisi apapun.
Oleh karena itu, umat Islam wajib mencontoh Rasulullah saw, berakhlak dengan Al-Qur’an Al-Azhim, karena akhlak Nabi adalah Al-Qur’an, dan dengan ini pula mereka menghiasi diri dengan akhlak dan kebaikan-kebaikannya. Rasulullah saw bersabda:
إنما بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ حُسْنَ الْأَخْلاَقِ
“Tidaklah Aku diutus kecuali untuk menyempurnakan akhlak mulia” (Malik)
Dan Allah memujinya dengan firman-Nya:
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (Al-Qalam:4)
Beberapa Potret kehidupan Rasulullah saw yang dapat mencerahkan jalan hidup kita
Bahwa bangsa Arab dan umat Islam secara umum saat ini sangat membutuhkan akan cahaya yang terang benderang yang berasal dari cahaya dan petunjuk Nabi saw, melenyapkan kegelapan yang menyelimuti mereka, yang diiringi dengan memancarnya fajar kemerdekaan dan cahaya keadilan serta lahirnya kemuliaan dan kekuatan bagi umat ini. Berikut ini beberapa potret tarbawiyah dari kehidupan Rasulullah saw:
Sikap beliau saat meletakkan hajar aswad
Pada saat terjadi perselisihan diantara kabilah suku Quraisya siapa diantara mereka yang berhak meletakkan hajar aswad, mereka bersepakat bahwa orang yang berhak memberikan keputusan perkara mereka adalah orang yang pertama kali masuk pada salah satu pintu masuk masjid dan berasal dari kalangan Bani Hasyim, Dan Nabi adalah orang yang pertama kali masuk pintu tersebut, maka merekapun berkata: “Ini dia Muhammad, dia adalah sosok yang jujur dan dipercaya, kami ridha dengan keputusannya, maka beliaupun akhirnya melakukan tugasnya, beliau membentangkan sorbannya dan meletakkan hajar aswad di atasnya, dan beliau meminta empat pemimpin dari setiap kabilah untuk memegang setiap ujung sorban tersebut, sehingga mereka semua ikut mengangkatnyq, dan setelah itu beliau dengan tangannya yang penuh berkah beliau meletakkan hajar aswad ditempatnya semula. Akhirnya mereka puas dengan kejujuran dan kepercayaan Nabi saw, dan para kabilahpun cukup puas dengan keputusannya dan merasa diperlakukan dengan adil dalam keputusannya.
Sungguh, kita saat ini sangat membutuhkan sikap jujur dihadapan umat manusia; baik dalam ucapan maupun perbuatan, menjadi orang yang amanah (dapat dipercaya) untuk kemaslahatan umat dan bangsa, bersungguh-sungguh menegakkan keadilan, sehingga tidak ada tempat setelah ini bagi orang yang berdusta dan membohongi umat dan bangsanya sendiri, tidak ada kerelaan setelah ini kepada orang yang berkhianat terhadap amanah yang diberikan oleh bangsa untuk ditunaikan… atau melakukan kecurangan dan kejahatan pada jabatan mereka, melakukan kezhaliman terhadap bangsa atau menyia-nyiakan dan mengabaikan hak-hak bangsa mereka.
Harus ada kebijakan pada satu kesepakatan antara faksi-faksi yang beragam, berusaha untuk menyatukan barisan sebagai asas utama menuju kebangkitan umat dan menegakkan bangunan suatu negara.
Kami senantiasa membawa kebaikan bagi umat manusia
Islam selalu mengajak pada perbuatan baik, berkorban dengan sesuatu yang baik untuk manusia, dan hal tersebut merupakan perangai dan akhlak terpuji Rasulullah saw; dimana siti Khadijah pernah mensifati beliau dengan ungkapan:
أَبْشِرْ فَوَاللَّهِ لَا يُخْزِيكَ اللَّهُ أَبَدًا وَاللَّهِ إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ وَتَصْدُقُ الْحَدِيثَ وَتَحْمِلُ الْكَلَّ وَتَكْسِبُ الْمَعْدُومَ وَتَقْرِي الضَّيْفَ وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ
“Sekali-kali tidak, bergembiralah, demi Allah, Dia tidak akan menghinakanmu selamanya! sesungguhnya engkau pasti akan menyambung silatrrahim, berkata yang benar, menanggung kepayahan, memuliakan tamu, menolong orang membutuhkan pada kebenaran”. (Muslim)
Ini adalah salah satu sisi dari sifat beliau sebelum dibangkitkan, memberikan kebaikan di tengah masyarakat yang beliau hidup di dalamnya, dan ketika beliau hijrah maka pertama yang beliau ucapkan adalah:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلاَمَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وَصِلُوا الأَرْحَامَ، وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ، وَالنَّاسُ نِيَامٌ، تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلاَمٍ
“Wahai manusia tebarkanlah salam, berikanlah makan, jalinlah silaturrahim, tunaikanlah shalat malam saat manusia tertidur pulas niscaya kalian dapat masuk surga dengan penuh keselamatan”. (Ibnu Majah)
Karena itu, seorang muslim hendaknya berusaha memiliki sifat ini, menyebarkan salam dan memberikan kebahagiaan ke dalam hati-hati manusia, memenuhi kebutuhan mereka, mengeratkan tali ikatan dan saling menolong diantara umat Islam, memperkokoh tali hubungan kepada Allah, khususnya di tengah kegelapan malam.. membentengi mereka dari perpecahan dan pertikaian yang dapat menyebabkan kegagalan dan kehancuran.
Semua itu, umat kita sangat membutuhkannya, dan pintu kebaikan sangatlah luas di dalamnya, untuk dapat memahami usaha para ulama yang ikhlas yang sangat mencintai negeri mereka dan bekerja untuk menuju kebangkitannya.. memberikan kebaikan bagi umat manusia tanpa memandang perbedaan.
Dalam tafsir Fakhrurrazi saat menafsirkan firman Allah:
لَيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُم
“Engkau tidaklah mampu memberikan petunjuk kepada mereka” (Al-Baqarah:272)
Disebutkan:”Bahwa engkau tidaklah mampu memberikan petunjuk pada orang yang menentangmu sehingga menghalangi memberikan sedekah agar mereka mau masuk Islam, maka bersedekahlah kepada mereka karena Allah, jangan berhenti untuk melakukan demikian hanyak karena keislaman mereka, bandingannya adalah firman Allah:
لا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil”. (Al-Mumtahanah:8)
Semangat untuk tetap teguh dan menebarkan optimisme
Diantara sunah yang senantiasa terus berlangsung adalah perseteruan antara al-hal dan al-batil, adanya ujian dan penyeleksian para pembawa kebenaran, namun kemenangan tetap akan berpihak pada kebenaran walaupun pada jaulah terakhir, dan kewajiban mereka adalah agar senantiasa tsabat, yakin akan dukungan Allah yang akan memberikan kejayaan dan menghilangkan mereka dari rasa takut dan memberikan ketenteraman di tanah air mereka.. Allah berfirman:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa”. (An-Nur:55)
وعَنْ خَبَّابِ بْنِ الأَرَتِّ، قَالَ: شَكَوْنَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ وَهُوَ مُتَوَسِّدٌ بُرْدَةً لَهُ فِي ظِلِّ الكَعْبَةِ، قُلْنَا لَهُ: أَلاَ تَسْتَنْصِرُ لَنَا، أَلاَ تَدْعُو اللَّهَ لَنَا؟ قَالَ: “كَانَ الرَّجُلُ فِيمَنْ قَبْلَكُمْ يُحْفَرُ لَهُ فِي الأَرْضِ، فَيُجْعَلُ فِيهِ، فَيُجَاءُ بِالْمِنْشَارِ فَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ فَيُشَقُّ بِاثْنَتَيْنِ، وَمَا يَصُدُّهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ، وَيُمْشَطُ بِأَمْشَاطِ الحَدِيدِ مَا دُونَ لَحْمِهِ مِنْ عَظْمٍ أَوْ عَصَبٍ، وَمَا يَصُدُّهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ، وَاللَّهِ لَيُتِمَّنَّ هَذَا الأَمْرَ، حَتَّى يَسِيرَ الرَّاكِبُ مِنْ صَنْعَاءَ إِلَى حَضْرَمَوْتَ، لاَ يَخَافُ إِلاَّ اللَّهَ، أَوِ الذِّئْبَ عَلَى غَنَمِهِ، وَلَكِنَّكُمْ تَسْتَعْجِلُونَ
Dari Khabbab bin al-Arat ia berkata, “Kami mengadu kepada Rasulullah shalallahu alaihi wassalam saat beliau menjadikan kain selimut beliau sebagai bantal di sisi ka’bah. Kami katakan kepada beliau, ‘Mengapa engkau tidak memintakan pertolongan (kepada Allah) bagi kami? Mengapa engkau tidak berdoa kepada Allah untuk kami?’ Beliau menjawab, ‘Di antara umat sebelum kalian ada seseorang yang digalikan lubang untuknya, lalu ia dimasukkan ke dalamnya, diambillah sebilah gergaji, dan kepalanya pun digergaji di bagian tengahnya. Namun hal itu tidak menyurutkannya dari memegang agamanya kuat-kuat. Lalu diambillah sisir dari besi dan disisirkan pada kepalanya sehingga kulitnya terkelupas dan tampaklah tengkorak kepalanya. Namun hal itu pun tidak membuatnya bergeser dari agamanya. Demi Allah, bersabarlah, kalian, karena Allah akan menyempurnakan agama ini sampai ada orang yang berjalan dari Shan’a menuju Hadramaut, ia tidak takut akan sesuatu pun selain Allah atau serigala yang hendak menerkam kambing-kambingnya. Sungguh, kalian terlalu tergesa-gesa.” (Bukhari)
Dari pemahaman ini salah seorang dari Ikhwan mengalami dan tetap bersabar menghadapi berbagai siksaan di penjara penguasa zalim, namun ungkapan yang senantiasa disenandungkan adalah:
هَذَا مَا وَعَدَنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَصَدَقَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَمَا زَادَهُمْ إِلا إِيمَانًا وَتَسْلِيمًا
“Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita”. dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan”.(Al-Ahzab:22)
Seiring dengan kabar gembira berupa kemenangan, maka kita berhak menerima ganjaran dan berkewajiban menghadap Allah SWT dengan meningkatkan ketaatan kepada-Nya, meningkatkan keikhlasan dan ketawadu’an, serta meningkatkan keyakinan bahwa Allah SWT akan menyempurnakan nikmat-Nya dan mewujudkan misi yang dibangun oleh suatu bangsa karena-Nya; karena Allah SWT telah berjanji akan menjatuhkan ancaman-Nya kepada para pelaku kezaliman dan kejahatan dan membela dan memberikan kemenangan bagi orang-orang beriman:
بِالْبَيِّنَاتِ فَانْتَقَمْنَا مِنَ الَّذِينَ أَجْرَمُوا وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ
“Lalu Kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa. dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman”. (Ar-Rum:47)
Lapang dada dan memaafkan
Bahwa menimpakan kata-kata buruk pada hati seorang muslim adalah lebih buruk daripada menimpakan pecutan pada tubuhnya, karena hal tersebut dapat menyempitkan dada padanya. Begitu banyak tuduhan yang dilontarkan oleh media dalam bentuk kebohongan dan kedustaan terhadap Ikhwanul Muslimin, namun mereka tetap berada dalam mengikuti dan meneladani Rasulullah saw. Allah telah berfirman:
 وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّكَ يَضِيقُ صَدْرُكَ بِمَا يَقُولُونَ فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَكُنْ مِنَ السَّاجِدِينَ  وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui, bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan. Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat). Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). (Al-Hijr:97-99)
Karena itu, seorang muslim harus senantiasa sibuk dengan dirinya dari apa yang mereka ucapkan, tidak membalasnya kecuali hanya sibuk dengan berzikir kepada Allah dan beribadah serta beramal dengan hal-hal yang bermanfaat untuk manusia, menghubungkan kebaikan yang dibawanya untuk orang lain, meneguhkan hatinya untuk senantiasa lapang dada dan mengedepankan maaf
فَاصْفَحْ عَنْهُمْ وَقُلْ سَلامٌ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ
“Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari mereka dan Katakanlah: “Salam (selamat tinggal).” kelak mereka akan mengetahui (nasib mereka yang buruk)”. (Az-Zukhruf:89)
Inilah jalan yang mampu melemahkan kerasnya permusuhan dan melunturkan pertikaian
وَلا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara Dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia”. (Fushilat:34)
Berbagai peristiwa yang terjadi adalah tafsiran kongkret ayat-ayat Al-Qur’an
Wahai umat Islam, bacalah tafsir ayat-ayat Al-Qur’an al-Karim, diantaranya tentang realita yang mampu menumbuhkan nilai-nilai dan menjadikannya hidup dan bergerak, kalian akan dapat melihat bahwa mereka yang dijatuhi hukuman mati akan senantiasa hidup berbeda dengan orang yang telah menjatuhi hukuman mati dan orang-orang yang dijatuhi hukuman penjara tetap bebas dari ikatannya daripada orang yang telah membelenggunya, dan orang yang terhalangi geraknya untuk bisa mencapai pada suatu tempat sehingga bisa berkhidmah kepada bangsanya, mampu ditembus dan sampai kepada mereka; ikut bermalam suntuk dengan penuh kenyamanan, sementara para pendahulu mereka pergi begitu saja, begitu pula dengan mereka yang terusir jauh dari negeri dan keluarganya, dapat kembali dengan penuh keperkasaan, kemuliaan dan kebanggaan, dan mereka yang terkungkung di dalam negerinya sendiri dan tertahan untuk bisa melakukan safar, dapat leluasa pergi dan melakukan safar kemana saja yang diinginkan tanpa ada ikatan apapun… dan akan datang setelah ini insya Allah beberapa buah revolusi Mesir yang penuh berkah, semua itu dan yang lainnya dapat kita saksikan secara real dan terasa di Mesir, di Tunisia dan di Libia… ini merupakan tafsiran real akan firman Allah:
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِرُسُلِهِمْ لَنُخْرِجَنَّكُمْ مِنْ أَرْضِنَا أَوْ لَتَعُودُنَّ فِي مِلَّتِنَا فَأَوْحَى إِلَيْهِمْ رَبُّهُمْ لَنُهْلِكَنَّ الظَّالِمِينَ  وَلَنُسْكِنَنَّكُمُ الأرْضَ مِنْ بَعْدِهِمْ ذَلِكَ لِمَنْ خَافَ مَقَامِي وَخَافَ وَعِيدِ
“Orang-orang kafir berkata kepada Rasul-rasul mereka: “Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri Kami atau kamu kembali kepada agama kami”. Maka Tuhan mewahyukan kepada mereka: “Kami pasti akan membinasakan orang- orang yang zalim itu, dan Kami pasti akan menempatkan kamu di negeri-negeri itu sesudah mereka. yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) kehadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku”. (Ibrahim:13-14)
Dan firman Allah:
 إِنْ يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِثْلُهُ وَتِلْكَ الأيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاءَ وَاللَّهُ لا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ  وَلِيُمَحِّصَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَمْحَقَ الْكَافِرِينَ
“Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, Maka Sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada’. dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim, dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir”. (Ali Imran:140-141)
Wahai Umat Islam.. semua itu dan yang lainnya memberikan ma’rifah dan kemantapan, menjelaskan akan makna-makna yang baru terhadap ayat-ayat Al-Qur’an Al-Karim, semakin faham bahwa Al-Qur’an adalah benar dan nyata, memberikan ketenteraman hati, meningkatkan keteguhan dan memperbaharui cita-cita
سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar”. (Fushilat:53)
Dan ketahuilah bahwa jika manusia menjatuhkan hukuman maka hukum terakhir ada pada Allah SWT, tidak lain bagi seorang muslim yang dapat dilakukan kecuali tsabat(teguh) pada kebenaran, bersabar dan berserah diri kepada Allah sehingga Allah yang menerapkan hukum Allah SWT
وَاتَّبِعْ مَا يُوحَى إِلَيْكَ وَاصْبِرْ حَتَّى يَحْكُمَ اللَّهُ وَهُوَ خَيْرُ الْحَاكِمِينَ
“Dan ikutilah apa yang diwahyukan kepadamu, dan bersabarlah hingga Allah memberi keputusan dan Dia adalah hakim yang sebaik-baiknya”. (Yunus:109)
فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَلا يَسْتَخِفَّنَّكَ الَّذِينَ لا يُوقِنُونَ
“Dan bersabarlah kamu, Sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu”.(Ar-Rum:60)
إِنْ أُرِيدُ إِلا الإصْلاحَ مَا اسْتَطَعْتُ وَمَا تَوْفِيقِي إِلا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
“Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali”. (Hud:88)
Allahu Akbar
Dan segala puji hanya milik Allah.