Friday, March 8, 2013

ANTARA DUA CINTA


"Cinta bukan mengajar kita lemah, tetapi membangkitkan kekuatan. Cinta bukan mengajar kita menghinakan diri, tetapi menghembuskan kegagahan. Cinta bukan melemahkan semangat, tetapi membangkitkan semangat", itulah kata mutiara tentang cinta yang pernah disampaikan oleh Prof. Dr. Hamka. Namun, tidak jarang kita jumpai pada sisi dibelahan hati yang lain, masih banyak kasus keresahan, kegalauan, kebimbangan, keputusasaan dan bahkan berakhir pada bunuh diri, tidak saja dinegara-negara miskin atau berkembang bahkan dinegara maju pun terjadi fenomena yang sama. Bahwa cinta bisa bahkan sangat bisa membuat orang buta mata dan buta hati. Karier, jabatan dan pangkat serta strata sosial yang tinggi, kekayaan yang banyak, tiba-tiba lenyap dan terpuruk pada lembah kenistaan hanya dikarenakan cinta. Sebenarnya, ada apa dengan cinta? adakah yang salah dengan cinta?
Pada dasarnya, manusia itu dilengkapi oleh sang Khalik dengan "satu set" komponen pelengkap yang jika salah satunya tiada, maka tidak dia bisa dinamakan manusia. Satu set komponen pelengkap itu dinamakan "an-nafs". An-nafs adalah sebuah tendensi/kecenderungan untuk melakukan sesuatu, apakah sesuatu itu bersifat baik maupun buruk. Dengan adanya an-nafs inilah, kehidupan manusia menjadi dinamis, tidak statis. Demikian pula Jin, makhluk selain manusia yang juga dilengkapi dengan an-nafs, juga mengalami dinamika kehidupan mirip dengan manusia, hanya saja dimensinya yang berbeda. Namun, tidak demikian dengan malaikat, Malaikat tidaklah dilengkapi dengan an-nafs, sehingga dia tidaklah sesempurna manusia. Oleh karenanya, kehidupan malaikat itu monoton. Bagi malaikat yang ditugaskan untuk mengatur curah hujan, maka selamanya ia akan mengerjakan tugas itu. Bahkan bagi malaikat yang ditugaskan untuk sujud, maka ia akan sujud terus hingga hari kiamat. Apakah tidak protes? tidak bisa..!! karena malaikat tidak memiliki rasa untuk protes. Nah, bagaimana sebenarnya eksistensi manusia atau jin ini terkait dengan an-nafs ini?
Dalam Al-Qur'an surat Asy-Syams ayat 7-8 ALLAH SWT berfirman:
"Dan demi an-nafs serta penyempurnaannya (yang menjadikannya pelengkap). Maka ALLAH mengilhamkan/memberikan potensi pada an-nafs itu sebuah tendensi kearah keburukan (al-fujur) dan kebaikan (at-taqwa)"
Maka jika kita cermati, sesungguhnya secara kodrati an-nafs itu memiliki keinginan-keinginan apakah kejalan yang buruk atau kejalan yang baik. Namun, secara umum, kecenderungan an-nafs adalah menuju ke jalan yang menyenangkan dirinya, apalagi jika dibiarkan tanpa dibimbing oleh petunjuk. Maka ia akan terus mengikuti keinginanya ke jalan yang fujur yang pada akhirnya ia menzalimi dirinya sendiri. Tendensi kearah keburukan inilah yang kemudian disebut sebagai al-hawa an-nafs yang sering disebut sebagai syahwat atau HAWA NAFSU. Hal ini di sindir oleh ALLAH SWT dalam Alqur'an surat Al-Qashash:50:
"...Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim".
Dalam ayat diatas, nampak bahwa secara eksplisit menunjukan ada an-nafs yang dibiarkan atau tidak diberi petunjuk dan an-nafs yang diberi petunjuk oleh ALLAH SWT. Hal ini, selaras dengan makna kalimat dalam ayat 53 QS Yusuf bahwa keumuman an-nafs itu menuju kepada arah yang buruk kecuali an-nafs yang di Rahmati ALLAH SWT :
"Dan aku tidak berlepas diri dari an-nafs, karena sesungguhnya an-nafs itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali an-nafs yang diberi rahmat oleh Tuhanku...."

Dari kedua jenis an-nafs ini (an-nafs yang selalu ingin menuju kearah keburukan dan an-nafs yang selalu ingin menuju kearah kebaikan), jika kemudian dikategorikan lagi, maka kita akan jumpai penggolongan an-anfs ini menjadi 3, an-nafsul Amarah, lawwamah dan muthmainnah.
Nafsu amarah ini tergolong dalam nafsu yang tidak diridhoi, atau nafsu yang secara umum cenderung untuk menuju kearah keburukan. Sedangkan nafsu lawwamah (nafsu yang cenderung menyesali perbuatan buruk) dan nafsu muthmainnah (nafsu yang ingin melakukan perbuatan yang diridhoi ALLAH SWT) adalah termasuk nafsu yang di rahmati dan diberi petunjuk.
Dalam perjalanannya, masing-masing nafsu itu kemudian semakin kuat tendensinya dan pada akhirnya sampai pada suatu kondisi yang disebut CINTA atau dalam bahasa arabnya adalah MAHABBAH. Nafsu yang terbimbing oleh petunjuk atau nafsu yang dirahmati ini akan menghasilkan MAHABATULLAH (cinta kepada ALLAH diatas segala-galanya), sedangkan nafsu yang tak terbimbing akan menghasilkan MAHABBAH GHOIRULLAH (cinta yang berlebihan kepada selain ALLAH). Ketika nafsu ini sudah pada sampai level CINTA maka tinggal menunggu hasilnya apakah KETERPURUKAN/KEGAGALAN atau KEBAHAGIAAN/KESUKSESAN. Dalam gaya bahasa yang begitu indah, ALLAH SWT mengingatkan kita dalam Al-Qur'an surat At-Taubah ayat 24:
"Katakanlah: "jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik (yang selalu mengotori dirinya dengan memperturutkan hawa nafsunya)".
Dalam hal ini, tidaklah mungkin an-nafs itu berada pada dua kondisi GAGAL dan SUKSES, pastilah ada pada kondisi salah satunya, kalau tidak GAGAL ya SUKSES. Nah, selama proses membentuk cinta itulah, an-nafs bertarung saling mempengaruhi dan saling mendominasi. Jika yang mendominasi adalah nafsu yang dirahmati dan diridhoi dan menghasilkan MAHABATULLAH itu, maka ia akan menemukan jalan dan menggapai kesuksesan, sebaliknya, karena MAHABBAH GHOIRULLAH ia akan menemukan jalan dan menggapai kegagalan. Itulah kenyataan hidup kita, berada dalam dualisme CINTA atau MAHABATAIN. Oleh karena itu, sebenarnya tidak ada yang salah dengan CINTA hanya saja kita perlu menempatkan pada porsi yang proporsional. Kita boleh cinta keada keluarga, orang-tua, saudara, anak, harta, kedudukan, bisnis, rumah, sawah ladang, kendaraan dan lain-lain karena itu semua adalah fitroh/kodrati yang tidak mungkin bisa dihilangkan, sebagaimana Firman ALLAH SWT dalam Al-Quran surat Ali-'Imran ayat 14:
"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)."
TAPI sekali lagi, itulah fitroh untuk mendapatkan kesenangan didunia dan jangan sekali-kali kecintaan kepada semuanya itu mendominasi kehidupan kita. Justru CINTA KEPADA ALLAH SWT itulah yang harus mendominasi kehidupan kita diatas cinta kepada segala sesuatu.
Nah, sekarang tinggal keputusan anda, ingin sukses/bahagia atau gagal/sengsara ??



No comments:

Post a Comment