Saturday, July 30, 2011

Semangat IDUL FITRI, Sebagai Titik Tolak Perbaikan Diri

Sudah menjadi kodrat (karakter fitriyah) manusia bahwa ia senantiasa ingin menjadi lebih baik. Tidak satupun manusia yang waras akal sehatnya jika ditanya kelak ingin bahagia (sukses) atau celaka lantas kemudian menjawab ingin celaka (sengsara) atau misalnya bila ditanya apakah kelak ingin masuk surga atau neraka lalu menjawab ingin masuk neraka. Hanya iblis dan kawan-kawannya yang merelakan waktu sepanjang hayatnya untuk ditukar dengan kesengsaraan dengan masuk neraka di hari akhir kelak, naudzubillahi mindzalik !!.
Oleh karena itu, seorang muslim/musilmah seyogyanya memiliki target-target hidup yang jelas untuk meraih kesuksesan, baik sukses hidup didunia terlebih lagi sukses di akherat kelak. Target tersebut dapat bersifat jangka pendek, menengah atau jangka panjang. Sangat menarik sekali ketika ternyata sejak beberapa abad yang lalu Rasulullah SAW telah secara implisit menanamkan sebuah konsep motivasi bagi kaum muslimin untuk meraih target baik jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. “Barangsiapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin sesungguhnya dia telah beruntung, barangsiapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka sesungguhnya ia telah merugi. Dan barangsiapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka sesungguhnya ia terlaknat.'' (HR Dailami).  Demikian pula sholat sebagai salah satu washilah pertolongan untuk meraih kesuksesan (QS 2: 45, 153) memberikan fadhilah yang dapat membersihkan dari “dosa” (dalam konteks kehidupan sebagai penyebab kegagalan, lihat QS 20:14, 124) antara jumat ke jumat (sebagai target mingguan) dan antara ramadhan ke ramadhan (target tahunan) sebagaimana termaktub dalam HR Muslim shalat lima waktu, dari Jumat ke Jumat berikutnya, dari Ramadhan hingga Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa-dosa di antaranya, apabila ditinggalkan dosa-dosa besar”.
        Idul fitri merupakan kondisi dimana ketika ramadhan manusia mengalami penggemblengan diri untuk menjadi orang yang memiliki modal suskes jangka tahunan, lalu kemudian memasuki sebuah fasa baru yang disebut kembali ke fitroh (karena dosa-dosa yang lalu telah diampuni oleh Allah SWT) sebagaimana Rasulullah SAW sabdakan: "Barangsiapa shaum Ramadhan karena beriman dan ikhlas, maka diampuni dosanya yang telah lalu dan yang sekarang." (HR.Bukhari dan Muslim) sebagai titik tolak perubahan guna meraih sukses jangka panjang yang lebih hakiki yakni taqwa (sebagaimana ditetapkannya tujuan puasa bagi orang-orang yang beriman, yakni agar bertaqwa (QS 2:183), sekarang hingga akhir hayat. Karena tidak mungkin target taqwa yang dimasud disini adalah taqwa yang temporal hanya saat puasa saja, tapi melainkan taqwa yang istiqomah hingga akhir hayat, bahkan kita “dilarang mati” keduali dalam keadaan “berserah diri” atau dengan bahasa yang lebih tepat “memegang teguh ketaqwaan” tersebut (QS. Ali Imran: 102)). Dengan demikian semangat idul fitri ini akan menghantarkan manusia pada milestone baru untuk kedepannya bisa membuat tren perbaikan diri menjadi meningkat.
Alangkah sia-sianya, ketika seseorang telah meraih modal kesuksesan jangka pendek kemudian modal itu habis ditengah jalan sehingga harus mengulangi lagi, begitu dan begitu terus tiap tahunnya, sehingga tidak memiliki tren investasi modal yang meningkat guna mencapai kesuksesan jangka panjang.
        Demikian halnya dengan kebiasaan kita ketika menghadapi Idul Fitri, betapa sia-sianya setelah satu bulan penuh kita menggembleng diri, menahan lapar dan dahaga, menahan kantuk, mengabaikan rasa letih dan capek guna melaksanakan ibadah bulan romadhon hingga kemudian meraih kemenangan di hari raya fitri. Tapi, pasca idul fitri kita kembali mengalami kemerosotan amal, kehilangan istiqomah, lebih bahaya lagi kita kehilangan semangat untuk berdakwah dan kemerosotan akhlaq serta akidah, naudzubillah.
Ada beberapa pertanyaan yang mungkin dapat kita renungkan ketika telah sukses melewati bulan ramadhan dan memasuki idul fitri: DIMANA SHOLAT LAIL KITA?, DIMANA TADARRUS KITA? DIMANA AMAL JARIAH KITA? DIMANA SENYUM dan KEMAMPUAN KITA MENAHAN AMARAH? Yang telah kita pupuk selama ramadhan?? Seolah olah mereka tiba-tiba pergi begitu saja, kita jadi malas lagi tadarrus, kita jadi ogah lagi sholat lail, kita jadi enggan lagi bershodaqoh, kita jadi susah senyum dan mudah marah lagi (meskipun dalam konteks kehidupan kita, hal ini tidaklah naif-naif amat, karena sifat fitriyah manusia juga yang mengalami peningkatan dan penurunan keimanan, dan setidaknya kita juga telah beruntung telah mendapatkan pengampunan Allah, apalagi jika mendapatkan lailatul qadar, kita telah mendapatkan tabungan amal hingga 83,3 tahun kedepan, tapi apakah itu esensinya??). Seharusnya tidak demikian, sebagaimana yang Rasulluah pesankan, secara implisit kita harus memiliki target-target tahunan, dimana tahun ini harus lebih baik dari tahun yang lalu dan seterusnya. Sehingga tidak terjadi pengulangan dan bahkan stagnasi amal. Model seperti ini disindir oleh Allah SWT dengan gaya bahasa yang luar biasa didalam Alqur’an surat An-nahl 92 Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali...”. Lalu kemudian ia memulailah lagi untuk memintal benangnya dan diurai lagi dan seterusnya. Kapan akan terbentuk kain pintalan yang indah?? Semoga Allah SWT mengampuni dan memaafkan kesalahan kita, dan kita dapat segera menyelesaikan pintalan itu dengan sebaik baiknya tidak seperti wanita yang digambarkan dalam surat An-Nahl tersebut. Karenanya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, agar kita mendapatkan kemenangan yang hakiki di hari raya fitri terebut, antara lain:
  1. Raja’, berharap hanya kepada Allah dengan sungguh-sungguh agar dosa-dosa kita yang telah lalu diampuni dan berharap agar kita dipertemukan kembali dengan ramadhan yang akan datang.
  2. Muhasabah, melakukan evaluasi diri terhadap segala amal yang telah kita kerjakan selama bulan Ramadhan, sudahkah sesuai dengan apa yang telah disyari’atkan oleh Allah dan rasul-Nya. Berapa banyak amal yang kita lakukan namun sia-sia.        
  3. Istiqomah, mempertahankan amal yang telah kita lakukan selama ramadhan dan meningkatkannya pasca ramadhan yang dimulai sejak Idul Fitri sebagai titik tolaknya.


Wallahu a’lamu bish-showab.

No comments:

Post a Comment