Pagi yang begitu cerah, warna
memerah semburat ke seluruh penjuru angkasa, seakan matahari tak sabar untuk
segera menyapa sejuknya embun pagi. Suasana yang benar-benar berbeda dari
hari-hari biasanya. Yah, memang hari itu adalah Idul Fitri. Hari yang
dinanti-nantikan oleh umat muslim diseluruh
dunia. 1 Syawal 1433 H bertepatan dengan hari Ahad/Minggu tanggal 19 Agustus
2012.
Meskipun suasananya berbeda
dengan kampung halaman ibu pertiwi Indonesia, namun aura kebahagiaan begitu
terasa, aura kemenangan, aura kasih yang begitu menggetarkan sanubari, aura
yang mampu menundukkan segala kebencian, dendam dan keangkuhan hati. Gema
takbir, tahlil dan tahmid benar-benar merasuk dan menghujam keseluruh tubuh serta
mampu melelehkan kebekuan persahabatan, merontokkan belenggu ukhuwah, mencerai
beraikan prasangka, lalu memintalnya kembali menjadi lembaran persaudaraan dan
helaian kasih sayang. Allahu Akbar, Laa Ilaaha Illallah, Walillahil hamd.
Jam menunjukkan pukul 06.30
waktu Douliu-Taiwan, jamaah Al-bashor
Arridho yang di komandoi ibu Aniayah telah selesai mempersiapkan perlengkapan
sholat yang digelar di pelataran parkir mobil didepan toko Indo SWENIANG milik
ibu….. Tidak kurang dari 150 orang berduyun duyun berdatangan menuju lokasi
sholat ID. Lantunan takbir, tahlil dan tahmid yang dipandu oleh ustadz Nuruddin
dan bapak Edy Sasmita begitu merdu menambah syahdu dan kekhusukan hati yang
hendak menghadap Ilahi Robbi.
Tepat pukul 07.30 Sholat ID
dimulai, ustadz Nuruddin yang mendapat amanah sebagai imam segera mengambil
posisi dan mengatur barisan (shof) sholat. Beliau juga menegaskan jika shof
renggang dan terputus, maka akan diisi oleh syetan yang berupaya untuk
memutuskan tali persaudaraan. Setelah sholat selesai, dilanjutkan dengan
khutbah Idul Fitri. Kali ini yang mendapat amanah menjadi khotib adalah ustadz
Sigit Tri Wicaksono, rois/ketua suriyah PCI NU Taiwan yang juga seorang
mahasiswa program doktor di sebuah universitas negeri di Taiwan. Dalam khutbah
tersebut, ustadz Sigit menyampaikan bahwa salah satu tolak ukur keberhasilan
ibadah selama bulan Romadhon adalah “maghfiroh” Allah SWT, sehingga seseorang
akan mendapatkan gelar “muttaqin” dan ketika masuk Idul Fitri ia seperti
seorang bayi yang baru lahir yang tidak memiliki dosa. Maka dengan bekal
ketakwaan itulah orang akan dapat meraih
kesuksesan hidup dunia dan akhirat dengan mudah sesuai dengan yang dijanjikan
oleh ALLAH SWT. Beliau juga menekankan pentingnya menjaga keistiqomahan amal seusai
bulan Romadhon, sebab jangan sampai setelah bulan Romadhon pergi, amal-amal
sholeh yang telah dilakukan juga ikut pergi. Hal ini di sindir dalam Alqur’an,
bahwa orang yang meninggalkan kebiasaan melakukan amal-amal sholih seperti
seorang perempuan pemintal yang mencerai-beraikan kembali sehelai kain yang
telah dipintal dengan kuat menjadi buraian benang-benang yang berserakan.
Setelah rangkaian sholat ID dan khutbah
selesai, acara dilanjutkan dengan pembacaan sya’ir yang dibawakan oleh ibu
Aniayah. Beliau membacakan syair dengan begitu syahdu, bertemakan tentang
pentingnya saling memaafkan dan mengingat kebaikan orang tua. Beliau juga
mengingatkan agar meski berjauhan dengan keluarga, kerinduan, rasa kasih sayang
harus tetap dijaga dengan tetap saling mendo’akan dan tetap dijalan yang benar.
Begitu menyejukkan dan menyentuh hati syair itu sehingga tanpa terasa, air
matapun meleleh membasahi pipi. Ibu…..Ayah….itulah kata yang senantiasa
mengingatkan pada sosok yang begitu mulia yang telah mendidik dan membesarkan
kita. Begitu pembacaan syair usai, ustadz Nuruddin menyambungnya dengan do’a
bersama. Dan acara diakhiri dengan saling berjabat tangan dan saling memaafkan.
Para jamaah putra bergiliran berjabat tangan membentuk lingkaran, demikian pula
jamaah putri yang juga membuat lingkaran tersendiri. Pukul 08.30 semua
rangkaian acara telah selesai dilaksanakan, dan sebagai kenang-kenangan semua
jamaah berkumpul dan mengadakan foto bersama. Alhamdulillah……
Hmmm…begitulah seharusnya ummat Islam,
rukun….saling berkasih sayang, baik kepada sesama muslim maupun dengan orang
lain, tentram dan menentramkan, selamat dan menyelamatkan, tidak seperti yang
dihembuskan oleh kaum yahudi, orientalis dan zionis bahwa seolah-olah islam itu
keras, teroris, na’udzubillah. Islam harus memiliki dan menampilkan karakter
spesial sebagaimana generasi salafus sholih terdahulu, yakni menjadi RAHMATAN
LIL ALAMIIN. ~Abu Dzilal~
Ucapan terimakasih kepada:
1. Ibu…..
2. Jamaah
Albashor
3. Teman-teman
muslimin dan muslimah yang ada disekitar Douliu.
No comments:
Post a Comment